Jaksa Cecar Ketua KPU Arief Budiman soal Pertemuannya dengan Harun Masiku

  • Senin, 20 April 2020 - 21:59:43 WIB | Di Baca : 2533 Kali

SeRiau - Ketua KPU Arief Budiman jadi saksi dalam sidang lanjutan kasus suap Wahyu Setiawan. Ia jadi saksi untuk terdakwa eks caleg PDIP Saiful, yang sidangnya digelar secara online, hari ini, Senin (20/4).

Dalam sidang tersebut, jaksa KPK menanyakan perihal pertemuan antara Arief dengan tersangka yang masih buron di kasus ini, eks caleg PDIP Harun Masiku. Keduanya pernah bertemu pada Bulan September 2019.

Jaksa mulanya menanyakan apakah Arief kenal dengan Harun. Arief mengaku tak mengenalnya. Namun, ia mengakui pernah bertemu satu kali dengan Harun di kantornya. 

Pertemuan itu terjadi sesudah adanya putusan Mahkamah Agung soal Judicial Review PDIP terhadap Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara. Saat itu, Judicial Review dikabulkan sebagian oleh MA.

"Seingat saya, Harun Masiku ke tempat saya untuk menunjukkan putusan MA, bukan yang fatwa. Jadi kemungkinan soal waktunya setelah putusan Judicial Review di MA tapi sebelum keluarnya fatwa karena yang dia tunjukkan ke saya hanya soal itu," kata Arief dalam keterangannya.

Arief kemudian menjelaskan terkait kronologi pertemuan tersebut. Menurut dia, KPU terbuka pada siapa pun yang ingin melakukan konsultasi.

"Yang bersangkutan datang ke kantor melalui sekretaris. Saya diberitahu ada yang mau bertemu, saya persilakan saja dan itu juga terjadi ke siapa pun juga di tempat kami banyak orang datang formal maupun informal," kata dia.

Arief menjelaskan, karena pertemuan yang terjadi secara informal, sehingga tak ada dokumen yang masuk secara resmi ke KPU. Saat itu, Arief mengatakan Harun datang ditemani satu orang lainnya, tapi ia tak tahu siapa.

"Dengan terdakwa Saeful Bahri?" tanya jaksa.

"Tidak tahu," jawab Arief. 

"Hanya berdua?" tanya jaksa lagi.

"Iya. Iya (pertemuan) di tempat saya," jawabnya.

Ia menambahkan, saat pertemuan ada juga anggota KPU lainnya. Namun, hanya keluar masuk saja dan tak diam di tempat. Ruangan pertemuan pun dibiarkan terbuka pintunya.

Saat itu, kata Arief, Harun menyampaikan bahwa ada surat dari PDIP terkait putusan MA. Lalu Arief menjelaskan terkait regulasi mengenai itu.

"Seingat saya pembicaraan ada surat putusan MA tapi dokumen apa tidak ingat betul, ada surat DPP mengenai putusan MA mohon dijalankan tapi apakah saya agak lupa dan tidak bisa memastikan, tapi pembicaraan (tentang) surat DPP dan JR MA," kata Arief.

Saat dikonfirmasi apakah surat itu mengenai permohonan suara almarhum Nazaruddin Kiemas caleg terpilih di Dapil Sumsel 1 dialihkan ke Harun, Arief membenarkan.

"Iya betul," kata Arief.

"Harun ada minta tolong terkait surat itu?" tanya jaksa.

"Tidak minta tolong yang maksa-maksa gitu, lebih kepada pemberitahuan mohon bisa ditindaklanjuti, lebih ke konsultasi. Ada surat PDIP, ada putusan JR MA mohon diperhatikan," jelas Arief.

Ia pun mengaku tak ada hal lain yang disampaikan Harun saat itu. Terkait permintaan Harun tersebut, Arief menolak sebab bertentangan dengan peraturan.

"Saya jelaskan bahwa KPU sudah bersikap terkait permohonan tersebut dan karena bertentangan dengan perundangan," kata dia.

"Sikapnya apa?" tanya jaksa.

"Tidak bisa ditindaklanjuti, tidak bisa dipenuhi," pungkas Arief.

Sebagai informasi, Riezky merupakan caleg DPR terpilih pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia sebelum pencoblosan. Dalam Pileg 2019 di Dapil Sumsel I, Riezky meraih suara terbanyak kedua setelah Nazarudin. Sehingga KPU, dengan merujuk UU Pemilu, menetapkan Riezky sebagai caleg DPR terpilih.

Namun, PDIP kemudian lebih menginginkan Harun yang ditetapkan sebagai caleg DPR terpilih. Padahal, suara yang diperoleh Harun hanya menempati posisi keenam.

Belakangan, terungkap pula adanya dugaan upaya suap dari Harun agar menjadi anggota DPR. Ia diduga menyuap Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Harun sebagai tersangka bersama Wahyu Setiawan, lalu eks caleg PDIP sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina; serta swasta yang juga eks caleg PDIP bernama Saeful Bahri.

Saeful menjadi tersangka pertama yang disidangkan. Ia didakwa menjadi perantara suap Harun Masiku untuk Wahyu Setiawan. Suap yang diberikan sebesar Rp 600 juta dalam pecahan SGD. Saeful memberikan suap tersebut bersama Agustiani Tio Fridelina. (**H)


Sumber: kumparan.com





Berita Terkait

Tulis Komentar