Indonesia Bisa Tangkap Peluang Ekonomi dari Corona

  • Jumat, 07 Februari 2020 - 06:18:40 WIB | Di Baca : 1062 Kali

SeRiau - Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai, penyebaran virus Corona di China tidak selamanya membawa dampak negatif bagi Indonesia. Di sisi lain, Indonesia dapat mengambil peluang dari situasi yang ada, terutama pada bidang ekonomi.

Salah satu potensi peluang yang dapat dimanfaatkan adalah di sektor perdagangan. Heri mengatakan, virus Corona menyebabkan produksi berbagai bahan baku industri di China terhenti. Artinya, aliran barang dari Cina ke luar negeri ataupun untuk kepentingan domestik terhenti.

"Kita dapat ambil peluang menjadi eksportir di sini," ujarnya ketika dihubungi Republika, Kamis (6/2).

Heri mengatakan, China merupakan pemasok bahan baku berskala besar dengan berbagai negara tujuan. Sebut saja Jepang, Korea Selatan hingga Amerika Serikat (AS). Apabila Indonesia dapat menggantikan posisi China, dampak ekonominya akan besar, termasuk mendorong industri manufaktur yang kini tengah mengalami perlambatan.

Di sisi lain, Heri menambahkan, Indonesia sekaligus dapat memperluas dan intensifikasi pasar ekspor. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah yang gencar melakukan pendekatan melalui perjanjian dagang ke banyak negara,

Hanya saja, Heri menekankan, peluang itu dapat diambil apabila Indonesia mampu membuat produk yang memang dibutuhkan pasar secara kuantitas ataupun kualitas. Produk yang kompetitif harus mampu dibuat oleh industri Indonesia. "Kegesitan pemerintah dan industri menjadi kunci utama," ucapnya.

Sebagai langkah awal, Heri menganjurkan pemerintah segera melakukan pemetaan negara yang kesulitan mendapatkan bahan baku dari China. Langkah ini perlu dilakukan dengan cepat agar Indonesia tidak terlambat menangkap peluang seperti yang terjadi saat perang dagang China dengan AS kemarin.

Selain dari sisi perdagangan, Indonesia juga dapat memanfaatkan peluang di bidang pariwisata. Heri menuturkan, kini mobilisasi turis ke China menjadi terganggu karena banyak negara yang membatasi masyarakatnya ke sana.

Pemerintah dapat mencoba ‘menarik’ para turis yang membatalkan perjalanan ke China untuk berkunjung ke Indonesia. Tidak hanya gesit, Heri menekankan, pemerintah juga harus proaktif atau jemput bola. "Kita tidak bisa sekadar menunggu," tuturnya.

Apabila Indonesia dapat menangkap peluang pariwisata ini, Heri menilai, kompensasi atas larangan kunjungan wisatawan China ke Indonesia dapat tertutupi. Agar lebih maksimal, Heri menuturkan, kolaborasi dari semua pihak harus ditingkatkan. Tidak hanya antar kementerian/ lembaga, juga industri.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2019,  kontribusi pelancong asal China mencapai 12,86 persen dari total kunjungan wisman ke Indonesia dari 16,1 juta kunjungan wisman. Artinya, sekitar 2 juta orang China berwisata ke Indonesia pada tahun lalu.

"Kalau kita lihat ada larangan untuk berkunjung ke sini, pasti ada pengaruh," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (3/2).

Suhariyanto mengatakan, 12,86 persen bukanlah angka yang kecil. Jumlah wisman China tersebut menjadi kontributor terbesar kedua terhadap kunjungan wisman ke Indonesia secara total.

Sumbangan terbesar pertama diberikan oleh wisman Malaysia. Sebanyak 2,9 juta orang Malaysia berkunjung ke Indonesia, atau sekitar 18,0 persen dari total kunjungan wisman.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri melarang sementara pendatang dari China untuk masuk dan transit di Indonesia. Pemerintah secara resmi menutup penerbangan dari dan ke China mulai Rabu (5/2). (**H)


Sumber: REPUBLIKA.CO.ID





Berita Terkait

Tulis Komentar