Uji Materi UU KPK, Agus Cs Akui Sulit Akses Dokumen di DPR

  • Kamis, 09 Januari 2020 - 05:28:39 WIB | Di Baca : 1047 Kali

SeRiau - Tiga mantan pimpinan KPK yang memohon uji materi Undang-Undang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengaku kesulitan melampirkan alat-alat bukti, terutama yang ada di DPR.

Diketahui, tiga eks Komisioner KPK, Agus Rahardjo, Laode M. Syarif, dan Saut Situmorang menjadi salah satu pemohon uji Materi UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK.

"Masih banyak alat-alat bukti yang pada pokoknya belum kami lampirkan karena kami agak kesulitan untuk mengakses alat bukti," kata Kuasa Hukum pemohon, Violla Reininda, usai menghadiri persidangan dengan agenda perbaikan permohonan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/1).

Selama persidangan, Hakim MK Arief Hidayat sempat bertanya mengenai kelengkapan bukti yang disertakan dalam permohonan. Disebutkan Arief, dari bukti P1-P17 yang diajukan, MK tidak mendapatkan bukti P4 dan P5 secara fisik.

Hakim pun meminta para pemohon untuk melengkapi bukti-bukti tersebut.

"Nanti diperbaiki daftar buktinya, tapi secara fisik [bukti] saudara P1-P17 dan bukti fisik yang tidak ada itu P4 dan P5. Nanti bisa ditambahkan," kata Arief dalam persidangan.

Dalam hal ini, kuasa hukum pun menyanggupinya dan menyebutkan bahwa pihaknya memiliki sejumlah temuan-temuan baru untuk dihadirkan dalam persidangan. Hal itu menjadi alasan belum rampungnya bukti disertakan dalam persidangan.

"Jadi akan kami sampaikan sebelum sidang pleno nanti," jawab kuasa hukum lain, Muhammad Isnur dalam persidangan.

Setelah persidangan, kuasa hukum dari pemohon menjelaskan beberapa barang bukti yang pihaknya sulit dapatkan berupa risalah rapat dan juga daftar hadir di DPR.

Violla mencontohkannya dengan risalah rapat dari Badan Legislasi DPR dari awal hingga UU KPK tersebut masuk dalam daftar kumulatif terbuka.

"Alat bukti itu dianggap tidak bisa dipublikasikan di PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) DPR," kata Violla.

Sebelumnya, 13 pemohon telah mengajukan untuk melakukan pengujian secara formil UU 30/2002 tentang KPK yang sudah disahkan. Salah satu pemohon, Laode M Syarief, menilai pembentukan UU tersebut cacat formil.

Menurut dia, proses pembahasan dilakukan terburu-buru, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) draf RUU pun tak diperlihatkan ke KPK sebagai pelaksana peraturan.

Kekeliruan lainnya adalah proses perundangan tak melewati tahap penyusunan naskah akademis selain juga tidak masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Catatan-catatan tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Pembentukan Perundang-undangan. (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar