Polemik Buang Sampah Sembarangan Jadi Penyebab Banjir DKI

  • Jumat, 03 Januari 2020 - 07:19:35 WIB | Di Baca : 3353 Kali

SeRiau - Menanggapi banjir yang melanda Jabodetabek sejak Rabu (1/1), Presiden Jokowi menyinggung kebiasaan buruk masyarakat yang suka membuang sampah sembarangan. Jokowi juga mengingatkan pemerintah pusat, pemerintah provinsi hingga kabupaten dan kota terkait kerusakan ekosistem dan ekologi. 

"Karena ada yang disebabkan kerusakan ekosistem, kerusakan ekologi yang ada, tapi juga ada yang memang karena kesalahan kita yang membuang sampah di mana-mana. Banyak hal," ujar Jokowi usai membuka perdagangan perdana di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (2/1).

Beda Pendapat Anies

Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menganggap banjir di Jakarta bukan sekadar soal sampah. Anies mencontohkan genangan air yang memasuki wilayah Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. 

"Halim itu setahu saya enggak banyak sampah. Tapi bandaranya kemarin tidak bisa berfungsi. Apakah ada sampah di bandara? Rasanya tidak. Tapi Bandara Halim kemarin tidak bisa digunakan," kata Anies. 

Menurutnya, curah hujan yang tinggi menjadi pemicu banjir ekstrem. Anies meminta masyarakat melihat titik-titik banjir sesuai pantauan cuaca BMKG.

"Karena kalau kita lihat, titik-titik banjir dengan titik-titik ramalan BMKG itu hampir simetris. Di tempat yang BMKG datanya menunjukkan volume air hujan yang tinggi, di situ ada banjir yang ekstrem," jelas dia.

"Saya tegaskan kepada seluruh jajaran bahwa tugas kita untuk penanganan banjir ini belum selesai sampai warga kembali ke rumahnya. Bisa tinggal di rumahnya dengan baik, seluruh fasilitas publik, fasilitas umum berfungsi seperti semula dan kegiatan masyarakat di Jakarta kembali normal," tutur Anies.

Landasan pacu Bandara Halim memang sempat terendam banjir setinggi 20 hingga 30 cm pada Rabu lalu. Bahkan imbasnya, Bandara Halim sempat ditutup sementara, dan seluruh penerbangan dari dan ke Halim dibatalkan atau dipindahkan ke Soekarno-Hatta.

Banjir Jakarta memang kompleks

Pengamat tata kota Nirwono Yoga memandang penyebab banjir di DKI tak hanya mengacu pada satu-dua alasan, tapi cukup kompleks. Nirwono membenarkan banjir di DKI terjadi akibat curah hujan tinggi, namun bukan berarti tak bisa diatasi. 

"Curah hujan tinggi dapat tertampung dengan baik dan mengantisipasi banjir kalau drainase DKI berfungsi," ujar Nirwono saat dihubungi.

Saluran air yang tidak berfungsi optimal menjadi faktor terbesar. Selain itu, daerah resapan air yang minim dan hujan lebat di puncak (banjir kiriman), luapan air sungai yang membanjiri pemukiman di bantaran kali juga kian melengkapi.

Nirwono pun menyinggung soal konsep naturalisasi dan normalisasi yang hingga kini masih terus diperdebatkan banyak pihak. Perdebatan ini membuat program penataan bantaran kali masih terhenti

"Program penataan bantaran kali masih terhenti akibat ketidaksepakatan atau perbedaan konsep penanganan normalisasi atau naturalisasi, serta pembebasan lahan di bantaran kali yang tidak berlanjut, meski pada bulan Juni lalu sempat banjir di permukiman bantaran kali," kata Nirwono.

"Revitalisasi situ/danau/embung/waduk juga berjalan lambat untuk dikeruk dan diperdalam, bahkan masih ada kendala pembebasan untuk pembangunan waduk baru terhenti," ungkapnya. 

Bagaimana solusinya?

Menurut Nirwono, dalam waktu dekat, pemerintah sebaiknya memastikan ketersediaan tempat evakuasi. Sejumlah lokasi di sekolah, kantor pemerintah, hingga rumah ibadah harus dioptimalkan. 

"Pemda DKI langsung mengevaluasi pemukiman yang terdampak banjir dan putuskan rencana ke depan, misal jika ada pemukiman di bantaran kali terdampak banjir pastikan untuk direlokasi segera tahun ini juga," ungkapnya. 

Adapun untuk jangka menengah, Nirwono mengingatkan untuk merelokasi besar-besaran permukiman di tepi bantaran kali dan tepi waduk ke rusunawa terdekat. 

"Penataan 13 bantaran kali baik dengan normalisasi atau naturalisasi atau perpaduan keduanya," ucapnya. 

Nirwono juga menyarankan adanya revitalisasi tepian 109 waduk di Jakarta. Termasuk merehabilitasi saluran air secara bertahap berbarengan dengan revitalisasi trotoar kini yang sedang dilakukan Bina Marga. 

"Percepat penambahan RTH dari luas sekarang 9,98% menjadi 30% sebagai daerah resapan air kota. Saluran air di Jakarta hanya 33% yang berfungsi dengan baik," tuturnya. (**H)


Sumber: kumparan.com





Berita Terkait

Tulis Komentar