Paradoks Jokowi Berniat Pangkas Birokrasi tapi Tambah Wakil Menteri

  • Sabtu, 26 Oktober 2019 - 07:30:18 WIB | Di Baca : 952 Kali

SeRiau - Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menambah 12 posisi wakil menteri dinilai hanya akan membuat postur Kabinet Indonesia Maju semakin gemuk. Pengangkatan wamen ini juga dianggap bertolak belakang dengan janji Jokowi yang akan memangkas birokasi pemerintahan.

"Menggemukkan kabinet jelas bukan pilihan yang tepat bagi Presiden karena belum tentu menjanjikan efektifitas. Apalagi kontradiktif dengan upaya pemangkasan eselon di birokrasi. Jadi ini tidak konsisten. Apalagi sudah banyak jajaran eselon 1 yang membantu menteri, mulai sekjen, para dirjen, dan irjen. Jadi pengangkatan wamen yang cukup banyak ini kontradiktif dengan obsesi Presiden melakukan reformasi birokrasi," kata Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Harris, kepada wartawan, Jumat (25/10/2019) malam.

Syamsuddin menilai penambahan posisi wamen merupakan bagian dari proses akomodasi politik dari Jokowi. Jumlah kursi menteri yang ada dinilai tak cukup menampung semua kepentingan politik.

"Bahasa saya, ini memang bagian dari akomodasi politik yang dilakukan Presiden Jokowi karena menteri yang maksimal 34 kursi tidak bisa lagi mewadahinya," tutur dia.

Pendapat lain disampaikan pengamat politik Hendri Satrio. Hendri menilai wajar masyarakat beranggapan penambahan posisi wamen merupakan cara Jokowi bagi-bagi kursi ke sejumlah parpol dan relawan.

"Saya sih melihatnya ada kebutuhan karena menteri juga memiliki keterbatasan tetapi wajar kalau kemudian masyarakat melihat ini sebatas hanya bagi-bagi kursi saja. Apalagi beberapa hal terlihat sekali, Pak Jokowi hanya seperti menjawab keresahan publik. Misalnya pada saat mengangkat Fachrul Razi sebagai Menteri Agama, itu kan ada gesekan yang keras. Makanya kemudian masuklah Pak Zainut, untuk menambal itu. Pada saat ada teriakan atau kegeraman, 'wah ini kurang nih menteri perempuannnya', masuklah Angela. 'Wah ini kurang kuat Papua', masuklah Wempi," tutur Hendri saat dihubungi secara terpisah.

Politik bagi-bagi kursi ala Jokowi ini bahkan terlihat jelas saat menempatkan Ketum Projo Budi Arie Setiadi menjadi Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT). Projo sebelumnya sempat pamit dan membubarkan diri.

"Bahkan diancam Projo bubar, Projo dapat wamen satu. Nah ini yang luar biasa. Kalau perkara yang nggak dapat sama sekali kursi, mereka kan sudah sering bilang membantu Pak Jokowi tanpa syarat, makanya musti dipatuhi," imbuh dia.

Kritik mengenai penambahan posisi wakil menteri ini juga disampaikan PAN. Partai berlambang matahari putih itu mengatakan pelantikan wakil menteri bertentangan dengan gagasan Presiden untuk melakukan reformasi birokrasi.

"Saya juga melihat bahwa pelantikan wakil menteri yang dilakukan hari ini masih menimbulkan tanda tanya. Menyisakan tanda tanya, kenapa? Karena pada saat pelantikan presiden, Presiden mengatakan bahwa akan melakukan reformasi birokrasi yang luar biasa menurut saya kalau itu dilakukan itu terobosan besar, yaitu dengan memangkas eselon 3 dan 4. Jadi nanti akan disisakan hanya eselon 1 dan 2. Itu sebetulnya satu langkah yang progresif dan saya kira perlu dicoba," kata Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (25/10).

"Tapi pada sisi yang lain kita mendengar ada 12 yang sedang diperkenalkan di Istana untuk menjadi wakil menteri. Pertanyaannya apakah ini tidak bertentangan atau kontradiktif dengan gagasan Presiden untuk memangkas birokrasi di pemerintahan itu tadi," sambung dia.

Selain itu, kata Saleh, hampir di setiap kementerian memiliki dirjen dan deputi. Dia pun mempertanyakan pembagian tugas antara wakil menteri dan dirjen serta deputi nantinya.

"Dirjen-dirjen ini adalah pembantu menteri, artinya sudah ada yang membantu di dalam itu. Nah, sekarang ditaruh lagi wakil menteri yang tugasnya juga kelihatannya untuk membantu melancarkan tugas menteri. Nah, nanti bagaimana ini job description-nya. Apakah wamen ini nanti hanya dipakai untuk tugas-tugas dalam hal ini seremonial saja, misalnya membuka pelatihan, membuka rapat dan lain sebagainya. Atau mungkin bisa mengeksekusi program," ujar Saleh.

Sementara itu, pihak Istana mengungkapkan alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk 12 wakil menteri untuk membantu pemerintahan. Ke-12 wamen itu disebut dibutuhkan mengingat target pemerintah periode ini.

"Karena kan Presiden ingin cepat kerjanya. Jadi harus dibantu oleh banyak. Beliau mengharapkan wamen-wamen ini bisa membantu masing-masing," kata Jubir Presiden Fadjroel Rachman di Istana Negara, Jakarta Pusat.

Fadjroel menekankan yang menarik dari komposisi wamen adalah keterwakilan di tiap pulau. Selain itu, ada juga perwakilan NU (Nahdlatul Ulama) di figur Wamenag Zainut Tauhid.

Fadjroel mengatakan keberadaan wamen bukan bentuk Jokowi bagi-bagi kursi ke parpol dan relawan. Dia mengatakan keberadaan wamen merupakan cara Jokowi mengambil putra-putri terbaik bangsa.

"Nggak. Tepatnya ini untuk mengambil putra-putri terbaik Indonesia, kemudian yang kedua tepatnya inilah wajah persatuan Indonesia dan sekali lagi tidak pernah ada menteri atau wakil menteri yang visinya di luar pak presiden. Semuanya satu," ujarnya. (**H)


Sumber: detikNews





Berita Terkait

Tulis Komentar