Sertifikasi Halal di Tangan Kemenag, MUI Masih Berperan Besar

  • Kamis, 17 Oktober 2019 - 14:38:42 WIB | Di Baca : 1021 Kali

SeRiau - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut bakal tetap berwenang memeriksa dan menetapkan kehalalan produk melalui fatwa meskipun sertifikasi halal kini dipegang pemerintah.

Itu ditegaskan meskipun Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal telah resmi berlaku.

Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim menafsirkan perundangan itu hanya mengatur pembagian peran MUI dengan pemerintah. Menurut Lukmanul, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama hanya bertugas menerima pendaftaran dan menerbitkan sertifikat halal.

"Sedangkan yang sifatnya substantif misalnya pemeriksaan dan penetapan fatwa itu MUI tetap berperan secara mayoritas. Jadi kalau dilihat dalam prosesnya, pemerintah hanya menerima pendaftaran dan menjadi koordinator, lalu membagi ke Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)," jelas Lukmanul ketika dihubungi CNNIndonesia.com telepon, Kamis (17/10).

Perbedaan lain, undang-undang itu membuka kemungkinan pemeriksaan tak hanya dilakukan MUI. Tapi, kata Lukmanul, hingga kini baru MUI saja yang memiliki Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

"Sampai saat ini LPH yang ada kan baru dari Majelis Ulama Indonesia, dengan demikian otomatis LPH-nya tetap ke LPPOM MUI," ujar dia.

Pada pasal 12 disebutkan pemerintah maupun masyarakat umum bisa mendirikan LPH, jadi tak lagi dimonopoli MUI. Namun, perundangan itu mengatur yang bertugas menguji kompetensi para auditor atau pemeriksa halal adalah MUI. Walhasil, kata Lukmanul, pemberlakuan undang-undang tersebut justru mengukuhkan peran MUI dalam proses setifikasi halal.

"MUI sepakat pemerintah harus terlibat sesuai yang di undang-undang. Sekarang kan penetapan akreditasi halal yang menetapkan MUI, sertifikat halal juga MUI, fatwa ada di MUI, pemeriksaan juga di MUI. Apanya yang dicabut? Dikukuhkan malahan pekerjaannya," katanya Lukmanul.

Dalam Pasal 10 UU Jaminan Produk Halal tertulis peran MUI antara lain melakukan sertifikasi auditor halal, menetapkan kehalalan produk, dan akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Pada beleid tersebut pun, kehalalan produk hanya dikeluarkan MUI dalam bentuk Keputusan Penetapan Halal Produk. Acuan dari MUI itulah yang kemudian dipakai para LPH, termasuk oleh LPPOM MUI.

Di Pasal 32 ditulis LPH menyerahkan hasil pemeriksaan/pengujian kehalalan produk kepada BPJPH. Lalu, BPJPH menyampaikan hasil itu kepada MUI untuk mendapatkan penetapan kehalalan produk. Setelah ada tanda tangan dari MUI soal penetapan kehalalan produk, barulah BPJPH menerbitkan sertifikat halal.

Risiko Penumpukan Pendaftaran

Meskipun tak takut MUI kehilangan peran terkait pemberlakuan jaminan produk halal, Lukmanul justru khawatir risiko penumpukan pendaftaran karena infrastruktur BPJPH yang belum matang dan proses yang lebih panjang.

"Kan sekarang pendaftarannya harus melalui BPJPH dulu. Sementara registrasi BPJPH itu manual. Ini [proses manual] sudah 10 tahun lalu kami tinggalkan, sekarang kami sudah punyaonline," kata dia.

"Mungkin ada sedikit gagap, atau gangguan sedikit. Manual dengan online kan berbeda. Lalu SDM-nya, untuk memeriksa itu ada berapa banyak," tambah Lukmanul lagi.

Ia memperkirakan bakal ada penumpukan berkas mengingat tahun ini sertifikasi halal tersebut bersifat wajib. Lukmanul mencontohkan, per kemarin saja lembaganya menerima lonjakan pendaftar hingga 10 kali lipat.

"Contoh saja ya, dengan adanya isu seperti ini. Kami biasanya menerima pendaftaran online di pusat itu 20 sampai maksimal 30. Malam tadi itu, sampai 360 hingga 400. Perusahaan itu kan pada ketakutan ketidakpastian," ungkap dia.

Oleh karena itu, menurut Lukmanul sebelum pemberlakuan uu tersebut pemerintah sudah lebih dulu memastikan kesiapan infrastruktur termasuk sumber daya manusia di BPJPH.

"Setelah tanggal 17 ini, ya kami menunggu. Karena mereka harus daftar dulu ke BPJPH, baru ke kami. Ya mudah-mudahan tidak ada bottle neck, karena setelah verifikasi di pemerintah baru dikirim ke LPPOM," ujar Lukmanul.

LPPOM MUI sendiri, kata dia, per hari ini telah menghentikan penerimaan pendaftaran sertifikasi halal.

Per Kamis (17/10) hari ini, seluruh produk makanan wajib mencantumkan sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang diundangkan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober 2014 lalu.

Pasal 67 Ayat 1 Undang-Undang tersebut menyatakan kewajiban bersertifikat halal bagi produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia mulai berlaku lima tahun terhitung sejak Undang-Undang diundangkan.

Dalam beleid juga tercantum, bahan yang digunakan dalam Proses Produk Halal (PPH) terdiri atas, bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong. Bahan tersebut berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, dan bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, biologi, atau proses rekayasa genetik. Seluruhnya wajib halal sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pelaku usaha juga wajib memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal.

Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib mencantumkan Label Halal terhadap Produk yang telah mendapat Sertifikat Halal, dan menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal. Pengusaha juga wajib memperbarui Sertifikat Halal jika masa berlaku sertifikat halal berakhir, dan melaporkan perubahan komposisi Bahan kepada BPJPH.

Sebelumnya, sertifikasi produk halal dilakukan LPPOM MUI. Namun, per 17 Oktober 2019, kewenangan itu sepenuhnya berada di tangan pemerintah melalui BPJPH Kementerian Agama.

BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah. Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden. Lembaga berwenang merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH, termasuk menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH. Selain itu, menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal pada produk, serta meregistrasi sertifikat halal pada produk luar negeri. BPJPH juga berwenang melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal.

 

 


Sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar