LP3ES Kecam Sikap Arteria Dahlan saat Debat: Miskin Argumentasi-Etika

  • Ahad, 13 Oktober 2019 - 05:08:45 WIB | Di Baca : 1094 Kali

SeRiau - Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Fajar Nursahid, mengkritik sikap politikus PDIP Arteria Dahlan saat berdebat dengan Emil Salim dalam acara Mata Najwa. Ada tujuh catatan yang diberikan LP3ES untuk Arteria.

Di antaranya, Fajar mengatakan LP3ES menyayangkan cara Arteria berdebat dengan Emil Salim. Ia menyebut Arteria miskin agumentasi, bukti, hingga etika.

"Menyayangkan dan mengecam cara Arteria Dahlan dalam berdebat dengan Emil Salim, yang tidak hanya miskin argumentasi dan bukti-bukti, namun juga miskin etika dan etiket. Penampilan Arteria merefleksikan ketidakmengertiannya akan tiga kaidah penting yang mesti dipatuhi dalam retorika, sebagaimana diuraikan oleh filsuf Yunani Aristoteles: ethos, pathos, dan logos," kata Fajar, Sabtu (12/10/2019).

Ia pun mengimbau Arteria belajar etika dan ilmu retorika agar memahami cara berdebat yang benar. Fajar menyebut Arteria membuat suasana politik keruh.

"Mengimbau Arteria untuk belajar etika dan ilmu retorika agar dia megerti cara berdebat dengan benar dan dengan jiwa yang bersih agar menyejukkan kehidupan politik dan demokrasi di Indonesia ini. Demokrasi akan kehilangan kesejukannya jika dunia politik diisi oleh anggota dewan yang terhormat semacam Arteria Dahlan ini," tuturnya.

Selanjutnya, Fajar pun menunjuk hidung PDIP sebagai partai yang menaungi Arteria. Fajar menyesalkan sikap PDIP yang membiarkan Arteria menjadi 'juru bicara' partai terkait revisi UU KPK. Menurutnya, hal itu dapat menimbulkan blunder bagi PDIP sendiri. Fajar pun mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memanggil Arteria.

"Memilihnya sebagai juru bicara partai justru akan menjadi blunder bagi upaya PDIP dan pemerintah untuk meyakinkan publik atas agenda mereka merevisi UU KPK. Maka kami meminta PDIP dan fraksi di DPR untuk memanggil yang bersangkutan ke Badan Kehormatan DPR RI atas pelanggaran etika yanng tidak pantas," kata dia.

Menurut Fajar, sikap Arteria yang jadi perbincangan ini menjadi contoh bagi anggota DPR lainnya ketika berdebat di muka publik. Ia khawatir sikap minim etika seperti Arteria ditiru para remaja yang menyaksikan acara debat.

Selanjutnya, Fajar meminta media menyeleksi para narasumber untuk tampil dalam acara debat. Fajar menyarankan agar media memilih narasumber yang berkualitas.

"Isi media yang baik akan menjadi penanda hadrinya pikiran yang juga baik. Acara talk show pada dasarnya bisa menjadi sarana untuk mendiskusikan masalah-masalah publik yang penting sebagai upaya untuk merawat akal sehat dan koreksi kepada kekuasaan. Namun, dalam jurnalisme, adalah penting agar kita memilih narasumber yang memiliki integritas, kredibiltas, dan kualitas agar uraiannya bisa memberi pencerahan kepada publik, bukan justru menghadirkan kegelapan," kata Fajar.

"Kami mengimbau kepada stasiun TV untuk selektif dalam memilih narasumber dalam acara mereka dengan memastikan bahwa narasumber yang dihadirkan tidak hanya menguasai materi, namun juga memiliki etika dalam menyampaikan pendapatnya," imbuh dia.

Terakhir, Fajar menyinggung soal demokrasi Indonesia yang kini dinilai tengah berada di persimpangan jalan. Ia menyebut demokrasi Indonesia saat ini seolah kembali ke zaman Orde Baru (Orba).

"Kami melihat tengah berlangsung periode siklus dua puluh tahunan di mana demokrasi berada di persimpangan jalan dan bersiap untuk melakukan putar balik (u-turn). Kami melihat bahwa kita seperti kembali kepada oligarki ala Orde Baru di mana negara (parlemen, presiden, dan alat negara lainnya) menjadi sangat kuat dan mendiktekan apa saja kepada publiik, termasuk memaksakan perubahan revisi UU KPK. Periode dua puluh tahunan
rasanya berlalu sekarang dan kita seperti kembali ke alam oligarki baru," ujarnya. (**H)


Sumber: detikNews





Berita Terkait

Tulis Komentar