Pencopotan Kapolda Riau Dinilai Tidak Perbaiki Karhutla

  • Ahad, 29 September 2019 - 18:58:52 WIB | Di Baca : 966 Kali

SeRiau - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mencopot Kapolda Riau Irjen Pol Widodo Eko Prihastopo. Pencopotan ini disinyalir karena karhutla yang tak kunjung tertangani di Riau.

Terkait hal itu, Direktur Hutan Organisasi Nonpemerintah Auriga, Mumu Muhajir, mengatakan pencopotan Kapolda Riau tidak akan memberikan efek penurunan Karhutla. Ia juga menilai bukan hanya Kapolda yang harusnya dicopot tapi juga Pangdam.

"Kalau kita baca telegramnya mutasi itu. Jadi tidak memberi efek jera juga pada poldanya yang dicabut. Dan harusnya yang dicabut bukan hanya dia, juga Pangdam misalnya," kata Mumu usai konferensi pers di Cipta Hotel, Jakarta Pusat, Minggu (29/9).

Meski begitu, Mumu tetap mengapresiasi langkah yang diambil Tito. Namun, ia tetap mengingatkan agar pemerintah menjalankan rekomendasi yang diberikan organisasinya agar karhutla tidak kembali terjadi.

"Itu satu langkah perlu diapresiasi? Iya perlu diapresiasi. Tapi apakah itu menyelesaikan ke depannya? Kalau yang kami sebutkan P.10 tidak diganti, peta rawan api, terus ada keterbukaan informasi ya itu akan sama lagi. Nanti Kapolda Riau itu malah jadi hot bad, sekali terbakar lagi dia akan kena lagi gitu," kata Mumu.

Kapolda Riau Irjen Pol Widodo Eko Prihastopo dicopot diduga ada kaitannya dengan karhutla yang tak kunjung selesai. Widodo digantikan oleh Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi.

Auriga sebelumnya menyampaikan 4 rekomendasi terkait karhutla yang terjadi di Indonesia. Berikut rekomendasi dari organisasi tersebut.

1. KLHK membuat peta rawan api, dan melakukan antisipasi saat sebelum kemarau dan siaga pada saat kemarau di area-area rawan api tersebut.

2. Restrukturisasi dan reposisi kelembagaan pengelolaan kawasan hutan sehingga memastikan keberadaan staf di lapangan (karena saat ini staf KLHK kebanyakan berada di Jakarta dan atau ibu kota provinsi/kabupaten, bukan petugas di dalam kawasan hutan).

3. Revisi P.10/2019 sehingga pengelolaan dan proteksi gambut kembali berdasarkan satuan hidrologi.

4. Buka akses publik terhadap restorasi gambut HTI (hutan tanaman industri), dan juga terhadap revisi RKU/RKT HPH/HTI. (**H)


Sumber: kumparan.com





Berita Terkait

Tulis Komentar