Temuan Ratusan Pelajar Penyuka Sesama Jenis di Tulungagung, Apa Kata Psikolog

  • Rabu, 24 Juli 2019 - 19:00:59 WIB | Di Baca : 1147 Kali

SeRiau - Fenomena maraknya lelaki penyuka sesama jenis di Tulungagung kini ramai diperbincangkan publik. Namun bagimana apabila dilihat dari kacamata psikolog.

Psikolog asal Tulungagung Ifada Nur Rohmania mengakui fenomena Lelaki Seks Lelaki (LSL) di wilayahnya memiliki tren kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan kategori usia pelajar menjadi penyumbang angka yang cukup signifikan, dari data Dinas Kesehatan setempat pelajar yang teedeteksi LSL mencapai 50-60 persen.

"Kalau ngomong tentang orientasi seksual dari perspektif psikologi, remaja ini kan posisi transisi ya, secara hormonal juga sudah mulai aktif, sehingga sangat labil. Sedangkan kalau pencetus orientasi seksual itu multifaktor," kata Ifada kepada detikcom, Rabu (24/7/2019). 

Ada beberapa faktor yang menurut Ifada bisa mempengaruhi tercetusnya orientasi seksual sesama jenis, di antaranya itu juga pola asuh, pergaulan, kemudian juga ada sejarah masa lalu, termasuk adanya traumatik akibat menjadi korban kekerasan seksual masa lampau bisa menjadikan tercetusnya orientasi seksual sejenis.

"Orientasi seksual Ini juga memang harus dilihat dulu, jadi harus diasesmen, dia ini ada di gradasi berapa. Jadi kayak ada skala kinsey yang biasa kami pakai itu, bahwa dia itu di gradasi berapa? Apakah dia sudah sampai perilaku hubungan seksual atau masih sebatas menyukai sesama jenis," ujarnya. 

Sehingga penanganan antara yang sudah pernah melakukan hubungan seks sesama jenis dengan yang belum pernah harus dibedakan cara penanganannya. 

Psikolog yang juga bekerja di Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Tulungagung ini menjelaskan, keluarga memiliki peran yang sangat penting untuk mencegah anak laki-laki memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Kepekaan harus dimiliki oleh setiap orang tua, sebab pada ranah psikologis anak remaja boleh terjadi kekosongan. 

"Ketika ada ruang yang kosong misalnya seorang anak laki-laki tidak memiliki figur ayah atau misalnya punya ayah tapi perannya itu tidak begitu nampak dan tidak bisa memberikan kontribusi kasih sayang," imbuhnya. 

Ifada menegaskan perbedaan orientasi seksual pada remaja tidak muncul secara tiba-tiba, tapi terkonstruksi secara bertahap, sehingga memiliki cara berpikir yang berbeda. Orang yang berorientasi seksual sejenis bisa terjadi laki-laki maupun perempuan, untuk laki-laki biasa disebut gay kemudian kalau perempuan lesbi.

"Contoh konstruksi pikiran yang ditimbulkan oleh pola asuh, kekhawatiran bahwa nanti anak gadisnya nanti pacaran kebablasan, sehingga hal yang dia katakan ke anaknya, adik jangan dekat-dekat dengan laki-laki, laki-laki itu berbahaya laki-laki itu monster dan lain sebagainya," kata Ifada. 

Doktrinasi semacam itulah yang kemudian terkonstruksi, sehingga sang remaja menyimpulkan bergaul dengan lawan jenis tidak boleh, akibatnya apabila perempuan hanya bergaul dengan perempuan dan lelaki hanya dengan lelaki. 

"Kalau lesbian muncul akibat misalnya ayahnya tidak bertanggung jawab dan dia harus harus menjadi tulang punggung keluarga. Sehingga ada hal kebencian pada laki-laki dan dia merasa bahwa perempuan harus dilindungi, jadi memang orientasi seksual menyimpang itu tidak ada yang tiba-tiba," tandasnya. (**H)


Sumber: detikNews





Berita Terkait

Tulis Komentar