KPK Minta Menkumham Tak Delegitimasi Perbaikan Lapas

  • Rabu, 26 Juni 2019 - 00:08:33 WIB | Di Baca : 1065 Kali

SeRiau - Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan Menkumham Yasonna Laoly untuk tak mendelegitimasi perbaikan pengelolaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Hal tersebut disampaikan KPK menanggapi pernyataan Yasonna yang khawatir narapidana kasus korupsi akan sulit dikontrol jika ditempatkan di salah satu Lapas di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

"Jangan sampai pihak Kementerian Hukum dan HAM sendiri yang mendelegitimasi perbaikan dan perubahan yang sudah dilakukan di Nusakambangan tersebut," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Juni 2019.

Febri menegaskan pemindahan narapidana korupsi ke Nusakambangan merupakan rencana aksi yang disusun sendiri oleh Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham. KPK, kata Febri, hanya mengkaji dan memberikan rekomendasi sebagai bagian dari upaya memperbaiki pengelolaan Lapas.

"Kemudian pihak Kemenkumham khususnya di Ditjenpas, menyusun rencana aksi. Jadi yang menyusun rencana aksi adalah pihak Ditjenpas. Mereka yang menyusun secara rinci tahapan-tahapannya bulan per bulan termasuk bulan Juni ini," kata Febri.

Dalam rencana aksi tersebut terdapat sejumlah hal yang seharusnya dilakukan Ditjenpas. Salah satunya adalah menyerahkan dan membahas bersama KPK mengenai daftar nama narapidana koruptor yang akan dipindahkan ke Nusakambangan. Pemindahan koruptor ke Nusakambangan sendiri baru akan dijalankan pada awal tahun nanti.

"Proses persiapannya dimulai dari sekarang pengajuan nama dan lain-lain. Jadi bukan KPK yang mengajukan nama tapi pihak Ditjenpas yang mengajukan nama yang akan dibahas bersama. Itu akan kami koordinasikan lebih lanjut," kata Febri.

Ditekankan Febri, upaya perbaikan pengelolaan lapas ini merupakan kerja sama antara KPK dan Ditjenpas untuk memperbaiki kredibilitas Kemenkumham. Untuk itu KPK meminta Kemenkumham terbuka dan berkomitmen menjalankan sejumlah rencana aksi yang telah disusun bersama tersebut.

Keterbukaan dan komitmen ini penting agar sejumlah persoalan laten di Lapas tidak terus berulang. Seperti masih ditemukannya napi koruptor yang plesiran saat sedang menjalani hukuman di Lapas.

"Dulu KPK pernah membantu tapi Kementerian Hukum dan HAM tidak cukup terbuka, dan bahkan kami menilai tak kooperatif pada saat itu sehingga kejadian-kejadian di Lapas itu berulang-ulang. Harapannya jika rekomendasi ini dilaksanakan kami bisa perbaiki pengelolaan Lapas. Tentu diharap ada keterbukaan dari pihak Kementerian Hukum dan HAM dan tidak resisten dengan hal ini. saya juga membaca seolah-olah ada pihak yang mengatakan kalau napi kasus korupsi ditempatkan di Nusakambangan maka mereka akan berpesta pora misalnya di sana," kata Febri.

Febri menegaskan dari kajian yang dilakukan KPK, di Nusakambangan terdapat sejumlah kategori Lapas, mulai dari lapas super maximum security hingga lapas dengan pengamanan yang standar. Dari kajian itu, napi koruptor dapat ditempatkan di Lapas maximum security.

"Ketika terpidana kasus korupsi diletakkan di maximum security maka ada standar pengawasan yang khusus di sana. Kalau masih ada yang langgar maka itu memenuhi syarat untuk dipindahkan ke super maximum security. Sehingga diharapkan tak ada yang main-main lagi. Kalau ada petugasnya yang bermasalah maka tindakan tegas harus dilakukan," imbuh Febri. (**H)


Sumber: VIVA





Berita Terkait

Tulis Komentar