Saat Anggota DPR Malas Lapor Harta Kekayaan ke KPK

  • Selasa, 09 April 2019 - 08:07:54 WIB | Di Baca : 1291 Kali

SeRiau - Sebagai wakil rakyat sudah sepatutnya anggota DPR menjadi contoh bagi masyarakat Indonesia. Namun, sayangnya untuk sekedar melaporkan harta kekayaannya ke KPK masih banyak anggota dewan yang malas.

Berdasarkan daftar penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari KPK per tanggal 8 April 2019 pukul 08.27 WIB, tercatat 199 anggota DPR belum melaporkan LHKPN untuk periode 2018. Sementara yang sudah melapor tercatat 351 orang. Ini artinya tingkat kepatuhan anggota DPR mencapai 63,82 persen.

Sejumlah legislator ternama masuk dalam daftar yang belum melaporkan LHKPN. Mulai dari dua Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah dan Taufik Kurniawan; Ketua Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas; politikus PDIP Masinton Pasaribu; hingga musisi yang juga politikus PAN Anang Hermansyah.

Beberapa anggota DPR yang kini berstatus tersangka KPK juga tercatat belum melaporkan LHKPN. Seperti tersangka kasus dugaan suap distribusi pupuk Bowo Sidik Pangarso, tersangka kasus e-KTP Markus Nari, hingga eks Ketum PPP Romahurmuziy alias Romy.

Meski batas pelaporan LHKPN 2018 sudah lewat dari tanggal 31 Maret 2019 lalu, namun para anggota dewan masih bisa melapor. Namun, laporan mereka tetap dianggap terlambat.

Diketahui ini merupakan pertama kali KPK mengungkapkan data pelaporan LHKPN para wakil rakyat, yang bisa dilihat di sini (masukkin link: https://www.kpk.go.id/id/pantau-lhkpn)

Dari data tersebut, tercatat anggota DPR dari Fraksi Gerindra menjadi yang paling banyak tidak melaporkan LHKPN dengan tingkat kepatuhan hanya 39,13 persen. Hanya 27 dari 69 anggota Fraksi Gerindra yang sudah melaporkan LHKPN.

Sedangkan anggota DPR dari Fraksi NasDem, menjadi yang paling patuh melapor LHKPN dengan persentase 88,89 persen. Sebanyak 32 dari 36 anggota Fraksi NasDem tercatat sudah melaporkan LHKPN.

Sementara itu, anggota Fraksi PAN tingkat kepatuhan melaporkan LHKPN mencapai 60,87 persen (28 dari 46 anggota sudah lapor), PDIP 66,67% (72 daru 108 anggota sudah lapor), Demokrat 57,38 persen (35 dari 61 anggota sudah lapor).

Selain itu tingkat kepatuhan anggota DPR dari Golkar mencapai 65,12 persen (56 dari 86 anggota sudah lapor), Hanura 46,67 persen (7 dari 15 anggota sudah lapor), PKS 66,67 persen (26 dari 39 anggota sudah lapor), PKB 71,74 persen (33 dari 46 sudah lapor), PPP 81,58 persen (31 dari 38 anggota sudah lapor).

Politikus Gerindra Ahmad Riza Patria buka suara soal anggota DPR Fraksi Gerindra yang mendapat prediksi paling banyak tak melaporkan LHKPN. Riza mengaku belum mengetahui daftar nama anggota Fraksi Gerindra yang belum melaporkan harta kekayaan.

Menurutnya, kemungkinan anggota Fraksi Gerindra tidak melaporkan LHKPN karena tak ada lonjakan kekayaan yang signifikan dan tidak melakukan korupsi.

“Nah saya belum tahu ini banyak Gerindra ini dari segi orang atau nominal, belum tahu. Tapi kalau perorangan ini, ya mereka ini tidak ada penambahan kekayaan yang signifikan. Mungkin jadinya tidak dilaporkan setiap tahun dan enggak (melakukan) korupsi juga,” kata Riza kepada kumparan, Senin (8/4).

Riza mengatakan, pejabat negara idealnya melaporkan LHKPN setiap tahun. Namun, kata dia, yang paling utama adalah setiap anggota dewan melaporkan kekayaannya di awal dan di akhir masa jabatan.

“Yang namanya lapor kekayaan atau LHKPN itu memang idealnya setiap tahun. Tapi yang paling prinsip itu LHKPN dilaporkan saat di awal masa jabatan dan di akhir masa jabatan, itu yang paling prinsip,” ujar Riza.

Namun, KPK menganggap LHKPN menjadi salah satu instrumen untuk membuktikan jujur tidaknya caleg dan capres-cawapres. KPK pun telah menyepakati hal ini dengan KPU.

"Kita diskusikan ke KPU pilih yang jujur itu pilih calon yang jujur, salah satunya kita sepakat e-LHKPN jadi salah satu instrumen untuk membuktikan calon ini jujur atau enggak," ujar Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, saat konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/4).

Pahala yang juga menjabat sebagai Plt Sekjen KPK itu menjelaskan keputusan itu diambil karena laporan harta kekayaan adalah indikator yang sah secara regulasi. Ia menganggap LHKPN adalah tolok ukur agar nantinya pelaporan penyelenggara negara tersebut dapat diverifikasi oleh siapa saja termasuk masyarakat.

"Masyarakat kita harapkan untuk berkunjung ke website kalau lihat nama orang ini benar atau enggak sih janjinya. Lihat yang pertama saja, apakah dia menyampaikan laporan harta atau enggak, paling enggak kita punya instrumen itu dan kita pikir dengan KPU sepakat kita Pemilu 2019 akan membangun fundamen yang baik," ucap Pahala.

Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman berharap LHKPN dapat menjadi langkah ampuh masyarakat melihat kejujuran caleg dan capres-cawapres. Tak hanya memberikan calon terbaik bagi masyarakat, tetapi juga dapat mengantisipasi munculnya tindak pidana korupsi.

"Mendorong kepatuhan terhadap LHKPN saya pikir ini bisa menjadi salah satu cara untuk antisipasi atau pencegahan tindak pidana korupsi," ucap Arief.

Selain itu, Arief mengatakan, apabila ada caleg yang terpilih tapi belum melaporkan harta kekayaannya kepada KPK akan berdampak pada pelantikannya yang ditunda. Ia pun meminta agar para caleg dapat menyampaikan harta kekayaannya 7 hari sebelum pengumuman caleg terpilih disampaikan.

"Maka saya ingin menyerukan menyampaikan kepada kandidat yang sekarang berkompetisi kalau ada waktu luang lebih baik sekarang sudah dilaporkan jadi nanti oleh KPU dinyatakan sebagai calon terpilih tidak ada lagi beban untuk terburu-buru menyampaikan LHKPN," kata Arief. (**H)


Sumber: kumparanNEWS





Berita Terkait

Tulis Komentar