Ketersediaan dan Keterjangkauan Energi Alternatif Jadi Fokus Masyarakat

  • Selasa, 26 Februari 2019 - 22:04:53 WIB | Di Baca : 1327 Kali

SeRiau - Pengalihan pola konsumsi energi oleh masyarakat tergantung dua hal, yakni aspek ketersediaan dan keterjangkauan. Sebab, pada dasarnya konsumen tidak mempermasalahkan, apakah menggunakan energi berbasis migas ataupun listrik, selama dua aspek tersebut terpenuhi, tergantung mana yang lebih mudah.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan,akan ada sejumlah manfaat yang diperoleh masyarakat, apabila nantinya pengalihan pola konsumsi ini terjadi. Misalnya saat terjadi migrasi ke mobil listrik.

"Manfaat langsung yang dirasakan konsumen, terutama karena yang digunakan energi listrik, termasuk energi bersih (clean energy). Ini dimungkinkan, mengingat ada sebagian masyarakat yang mulai sadar lingkungan. Maka di sini energi listrik menjadi pilihan, seperti halnya mobil listrik dan kompor listrik (induksi)," kata Fahmi melalui keterangan resminya, Selasa (26/2).

Pakar ketenagalistrikan dan Guru Besar FT-UI Professor Iwa Garniwa mengemukakan pengalihan pola konsumsi energi ini akan memberikan banyak manfaat. Meski begitu, jika ditinjau dari segi harga, belum diketahui apakah listrik lebih murah dengan harga yang ada sekarang.

"Jika pemerintah memutuskan menaikkan atau menurunkan harga migas, bisa jadi harganya lebih mahal atau murah perbandingannya, antara memasak menggunakan bahan bakar migas atau listrik. Jadi penetapan harga itu relatif sifatnya," papar Anggota Panitia Akreditasi Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM ini.

Selain itu, perhatian jangan terkonsentrasi pada peralatan listrik yakni harga terjangkau, melainkan sebaiknya mempertimbangkan juga pada aspek lain, seperti pada kapasitas produksi kompor listrik. "Misalnya penggunaan kompor listrik yang mau ditingkatkan dengan pertimbangan tadi, maka pemerintah harus membuat kebijakan, harga kompor listrik murah, dan tersedia di mana-mana," imbuhnya.

Secara terpisah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, mengemukakan, penggunaan sejumlah perlengkapan berbasis listrik mulai dari kompor listrik, mobil dan motor listrik akan menjadikan konsumen memiliki pilihan dalam komoditas energi.

"Artinya apabila tersedia semakin banyak pilihan energi yang disediakan oleh negara, maka akan semakin efisien. Selain itu, dengan dengan adanya mobil listrik atau motor listrik, dari segi polusi, bisa menekan pengeluaran dari sisi bahan bakar," jelas Tulus.

Exeecutive Vice President Corporate Communication and CSR PT PLN (Persero) I Made Suprateka mengemukakan, Indonesia memang harus mempertajam berbagai sumber alam yang dapat memberi kontribusi penguatan ekonomi Indonesia, sekaligus berarti meminimalisir berbagai hal, terutama pada pos-pos pengeluaran belanja negara, yang memiliki fungsi substistusi yang bersumber dari dalam negeri.

"Dengan demikian maka kita dapat melakukan bauran energi yang paling ekonomis, untuk menghasilkan sumber listrik yang sustain, baik dalam hal kapasitas, ketersediaan, dan juga harganya," tegas Suprateka.

Menurut pemerhati ekonomi makro dari Universitas Indonesia, Faisal Basri seperti dikutip dari faisalbasri.com, pada tulisannya perihal cadangan migas, saat ini cadangan migas Indonesia tinggal tersisa 3,2 miliar barrel, sedangkan di tahun 1980 masih mencapai 11,6 miliar barrel.

Akibatnya, saat ini status Indonesia sebagai netto eksportir minyak bumi, sudah berbalik menjadi negara netto importir minyak bumi. Karena itu minyak yang harganya relatif lebih mahal masih dibeli, sedangkan gas yang relatif harganya murah, sebagian besar juga diekspor.

Adapun cadangan gas Indonesia juga tidak tergolong melimpah, hanya 102,9 TCF atau mencapai 1,4 persen dari cadangan dunia. Mengutip data dari BP Statistical Review of World Energy, maka menurut Faisal yang saat ini menjadi Advisory Board pada Indonesia Research and Strategic Analysis (IRSA), perlu mengubah paradigma dari energi sebagai komoditi, menjadi energi sebagai tulang punggung perekonomian, pembangunan nasional dan daerah. (**H)


Sumber: Merdeka.com





Berita Terkait

Tulis Komentar