Rusia Bakal Matikan Seluruh Jaringan Internet

  • Selasa, 12 Februari 2019 - 00:01:35 WIB | Di Baca : 1162 Kali

SeRiau - Regulator Telekomunikasi Rusia atau Roskomnazor melakukan uji coba memutuskan jarngan internet di seluruh negara. Hal ini merupakan bagian dari uji coba Rusia ketika benar-benar berperang dengan Amerika Serikat dan sekutunya NATO.

Mengutip situs The Sun, Senin, 11 Februari 2019, bekas negara Uni Soviet itu berupaya menerapkan sistem penyaringan lalu lintas seperti Great Firewall yang diadopsi oleh China.

Selain itu, Rusia ingin memiliki internet di seluruh negeri yang akan berfungsi penuh jika suatu ketika memutuskan koneksi dengan negara lain.

Percobaan ini juga untuk mengumpulkan wawasan dan memberikan tanggapan terhadap undang-undang yang diusulkan dan diperkenalkan Parlemen Rusia pada Desember 2018.

Draf pertama UU tersebut mengamanatkan Roskomnazor memastikan independensi ruang internet Rusia (Runet), dalam kaitannya dengan agregasi asing.

Seluruh perusahaan telekomunikasi Rusia juga harus menginstal sarana teknis untuk mengubah semua rute lalu lintas internet Rusia ke titik pertukaran yang disetujui atau dikelola oleh Roskomnazor.

Selanjutnya, Roskomnazor akan memeriksa lalu lintas guna memblokir konten terlarang dan memastikan lalu lintas antara pengguna Rusia agar tetap berada di jalur dalam negeri, serta tidak dialihkan kembali melalui server luar negeri.

Tanggal uji coba tanpa internet di Rusia memang belum ditentukan. Namun uji coba harus dilakukan sebelum 1 April mendatang, mengacu pada batas waktu pengajuan amandemen hukum. Pengujian ini juga telah disepakati oleh Information Security Working Grouppada akhir Januari kemarin.

Pada 2017, para pejabat Rusia mengatakan mereka berencana mengarahkan 95 persen dari semua lalu lintas internet secara lokal pada 2020. Tak hanya itu, mereka juga telah membangun cadangan Domain Name System (DNS) secara lokal, yang telah diuji pada 2014 dan 2018.

Negara-negara NATO bersama AS baru-baru ini berencana untuk menyerang Rusia. Moskow telah berkali-kali dituduh melakukan serangan siber selama lima tahun terakhir, termasuk pada sistem pemilihan elektronik di AS pada 2016. (**H)


Sumber: VIVA





Berita Terkait

Tulis Komentar