Warga Islam-Kristen Bersama Didik Anak-anak Kampung Tengah

  • Sabtu, 26 Januari 2019 - 17:06:24 WIB | Di Baca : 1577 Kali

SeRiau - Rasa saling curiga antarumat beragama tak hadir di Kampung Tengah, Kramat Jati, Jakarta Timur. Warga muslim dan kristiani bahkan saling bergandengan tangan mendidik bocah-bocah supaya kerukunan tetap lestari sampai masa depan.

Warga pemeluk Islam dan Kristen di sini mengadakan 'Sabtu Ceria', kegiatan pendidikan bagi anak-anak kampung, digelar rutin tiap bulan pada Sabtu keempat. Aula Musala Al Mukhlasiin dan aula Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Tengah menjadi arena anak-anak memelihara masa depan.

Ada emak-emak yang berjasa mengadakan kegiatan ini, yakni Ketua RT 001 RW 008 bernama Neng Herti (49). Ibu berkerudung ini memang berniat menjaga nuansa kerukunan Islam-Kristen di Kampung ini.

"Jadi sedini mungkin kami turunkan warisan ini ke anak-anak, secara bersama-sama gitu," kata Neng kepada detikcom di rumahnya, Rabu (23/1/2019).

Di Sabtu Ceria, sekitar 30 anak lintas agama bermain sambil belajar. Usia mereka bervariasi, bahkan ada yang sudah menginjak bangku SMP masih suka tetap datang ke Sabtu Ceria. Sejak dini, mereka dibiasakan tak canggung berada di lingkungan tempat ibadah yang berbeda. 

"Biasanya di aula Musala. Apabila aula Musala dipakai, kami pindah ke aula Gereja," kata Neng.

Aula gereja bisa muat lebih banyak orang, sehingga bisa digunakan untuk menyambut acara yang mengundang tamu kampung dan acara Sabtu Ceria dihadiri oleh lebih banyak anak. Pak Raden alias Suyadi (1932-2015) pernah datang ke acara Sabtu Ceria mendongeng untuk anak-anak Kampung Tengah. 

Aktivitas mendongeng merupakan cara yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai toleransi dan kerukunan ke anak-anak. Anak-anak muslim juga sering mendengarkan dongeng dari pendeta di aula musala. 

"Setelah baca-baca buku, mendengarkan dongeng dari Bu Pendeta atau dari suaminya Bu Pendeta. Dongengnya tentang kebersamaan, saling menghormati," kata Neng.

Kaum emak-emak ternyata ada di belakang pelestarian kerukunan ini. Selain Neng Herti, ada Pendeta Magyolin Carolina Tuasuun (42) yang aktif merawat kemesraan lintas iman.

Dia menceritakan awal mula inisiatif kegiatan Sabtu Ceria, Juni 2012 silam. Saat itu dia belum lama bertugas di GKP Kampung Tengah. Neng Herti meminta Magyolin memikirkan suatu ide sebagai wujud sumbangsihnya untuk warga setempat.

"Kami berpikir, kita punya apa ya. Lalu mengingat kami ada perpustakaan pribadi, suami juga kolektor 3 ribu film termasuk film anak-anak, maka kita kumpulkan saja anak-anak!" kata Magyolin kepada detikcom, diwawancarai terpisah.

Ide ini disambut dengan baik oleh warga. Penekanan kegiatannya adalah membaca dan mendongeng, supaya minat baca anak-anak bertambah. 

"Dan pada saat datang ke Pak Ustaz inilah ide ini berkembang. Pak Ustaz mempersilakan tempatnya di musala. Kami setuju," kata Magyolin.

Maka Sabtu Ceria digelar perdana pada September 2012. Beberapa boks buku diboyong dari lingkungan gereja ke musala. Kepala Kelurahan Tengah Kramat Jati turut membuka acara itu. 

Sejak saat itu, dongeng-dongeng tentang kebersamaan yang tersimpan dalam fabel atau kisah anak-anak terus disampaikan. Anak-anak bersemangat, bahkan selalu menagih untuk ikut Sabtu Ceria lagi meskipun belum tiba harinya.

"Anak-anak juga dilatih mendongeng. Beberapa anak-anak di sini juga didorong untuk menulis dan bercerita. Sekarang sudah ada yang SMP atau SMA, yang masih datang. Ibu-ibu juga sudah mulai memberanikan diri untuk mendongeng," kata Magyolin.

Pendekatan kebudayaan untuk melestarikan kerukunan seperti ini dinilainya bisa menjamin suasana Kampung Tengah sampai masa depan. Bahkan anak-anak yang sering ditemuinya di Sabtu Ceria selalu bersikap baik terhadap dirinya, meskipun sebagian anak-anak dididik oleh keluarga yang berlainan agama.

"Kami punya mimpi, apa yang sudah terjalin baik di sini harus diteruskan," kata Magyolin.

Di Gang Eka Dharma yang tak lebar ini, saya juga menemui Ustaz Khairullah, tokoh muslim muda putra Ustaz Harun, asli Kampung Tengah. Dia mendukung kegiatan Sabtu Ceria untuk terus diadakan. Penanaman nilai toleransi lewat dongeng dinilainya efektif untuk mendidik anak. Dengan cara itu, kerukunan yang telah lama ada di kampung ini bisa terus hidup. 

"Dari zaman saya kecil sudah diajarkan oleh orang tua. Saya tinggal di sini, memang sudah diajarkan seperti itu, kerukunan dari kecil. Terutama dengan yang sepuh-sepuh di sini, mereka kalau ada masalah bisa dimusyawarahkan bersama," kata Khairullah.

Simak terus berita-berita di detikcom tentang toleransi antarumat beragama di seputar Jakarta. (**H)


Sumber: detikNewsy





Berita Terkait

Tulis Komentar