Akhir Tahun, Waketum MPR Rangkum Sejumlah Catatan untuk Pemerintah

  • Ahad, 30 Desember 2018 - 23:41:41 WIB | Di Baca : 1101 Kali

SeRiau - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan pergantian tahun bisa menjadi momentum untuk melakukan refleksi atas kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus menyiapkan strategi untuk lebih baik di tahun berikutnya. 

Ia pun mengungkapkan beberapa persoalan yang belum selesai selama 2018, seperti di sektor perpolitikan yang masih maraknya praktik berdemokrasi yang mengeksploitasi persoalan politik identitas dan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Bahkan banyak pula dalam penggunaan hoax sebagai alat mencapai kepentingan politiknya. 

"Kampanye pemilu haruslah didorong pada kontestasi gagasan dan konsep pembangunan nasional, bukan dengan penggunaan isu SARA atau apalagi penyebaran hoaks yang dapat memecah belah persatuan bangsa," ujar Basarah dalam keterangan tertulis, Minggu (30/12/2018).

Untuk itu, lanjut Basarah, penyelenggara pemilu maupun Pengawas Pemilu harus bersikap tegas jika ditemukan kampanye yang mengarahkan pada penyebaran kebencian dan permusuhan atas dasar SARA. 

Meski demikian, Basarah mengapresiasi pesta demokrasi di 2018 ini, yaitu Pilkada serentak telah berlangsung aman dan damai. Hal ini menunjukkan makin matangnya masyarakat dalam berdemokrasi. 

"Namun demikian di beberapa tempat, potret politik Indonesia masih belum menunjukkan wajah perkembangan demokrasi yang substansial karena agenda konstestasi Pilkada dan kampanye pemilu masih dijejali dengan narasi-narasi negatif, khususnya isu politik identitas yang menggunakan Perbedaan (SARA) sebagai alat untuk merebut kemenangan dalam pilkada," ujarnya.

Sementara proses kampanye Pileg dan Pilpres tahun 2019 yang akan datang, menurutnya secara umum masih berjalan lancar dan damai. 

Selain itu, Basarah juga membuat catatan lain selama tahun 2018 ini terkait kehidupan berbangsa dan bernegara di Tanah Air.

Pertama, di bidang ideologi negara, menurutnya menunjukkan kinerja pemerintah dalam membumikan Pancasila tampak terstruktur dan sistematis. Seperti dengan telah dibentuknya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). 

"Dengan demikian saat ini kita telah memiliki dua lembaga negara yang bertanggung jawab melaksanakan sosialisasi dan pembinaan ideologi Pancasila, yaitu Badan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dan BPIP," ungkapnya.

Basarah menambahkan, perkembangan menggembirakan lainnya adalah akan dimasukannya kembali mata pelajaran Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat dasar hingga menengah atas. 

Hal itu sebagai lanjutan setelah dihapuskan melalui UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003. Selain itu, ia berharap upaya membumikan Pancasila juga harus digencarkan terutama di lapisan aparatur negara dan masyarakat.

"Kemajuan pembangunan nasional di bidang ideologi ini harus kita dukung agar ke depan bangsa Indonesia benar-benar dapat memiliki kedaulatan dan daya tahan ideologi nasional yang kokoh dari ancaman ideologi transnasional. Seperti ideologi ekstrimisme agama dan juga paham ideologi individualisme/liberalisme yang saat ini bekerja di Indonesia yang salah satu modus operasinya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan media sosial," ungkapnya.

Kedua, terkait kinerja lembaga-lembaga negara menurutnya telah berfungsi sebagaimana perintah konstitusi. Presiden telah bekerja sebagaimana perintah konstitusi yaitu memajukan kesejahteraan umum melalui berbagai program pembangunan di berbagai penjuru negeri. Sementara lembaga legislatif telah menjadi partner/mitra kerja yang kritis dan konstruktif bagi Presiden dalam memenuhi janji politiknya kepada rakyat Indonesia. 

Ketiga, di bidang Pertahanan dan Keamanan, menunjukkan sinergisitas yang baik antara TNI-Polri dan lembaga terkait. Menurutnya, sepanjang tahun 2018 setidaknya ada 2 isu besar yang menyangkut keamanan nasional, yaitu terorisme dan separatisme. 

"Khusus terorisme, pascaterjadinya serangan teroris di beberapa daerah maka Presiden dan DPR telah berhasil mencapai kesepakatan untuk memperkuat perangkat hukum yang ada lewat revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," ungkapnya.

Keempat, di Bidang Hubungan Luar Negeri yang cukup banyak hal yang menggembirakan. Seperti konsistensi memperjuangan kemerdekaan Palestina dengan cara menolak pengakuan Yerusalem sebagai ibukota negara Israel, aktif menyelesaikan konflik Rohingnya di Myanmar hingga penyelenggaraan Annual Meeting IMF World Bank 2018.

"Di ujung tahun 2018 ini juga ditandai dengan keberhasilan Pemerintah merevisi Kontrak Karya PT Freeport dengan mengambil alih 51% saham perusahaan Amerika Serikat. Setelah sejak tahun 1967 kekayaan tambang emas, tembaga dan sumber energi serta mineral lainnya di tanah Papua itu dikuasai asing," ungkapnya. (**H)


Sumber: detikNews





Berita Terkait

Tulis Komentar