Penyedia Pinjaman Online Ilegal di Indonesia Kebanyakan dari China

  • Rabu, 12 Desember 2018 - 21:55:43 WIB | Di Baca : 1280 Kali

SeRiau - Satgas Waspada Investasi menegaskan terus berupaya melakukan penindakan kepada penyedia pinjaman online yang marak saat ini. Peer to peer lending ilegal yang banyak beredar di Indonesia ini disebutkan kebanyakan berasal dari China.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing membeberkan, dari jumlah 404 P2P lending ilegal yang ditutup pihaknya tersebut, ternyata cukup banyak penyelenggara yang berasal dari China. 

Umumnya, mereka kerap menggunakan alamat yang tidak bisa dilacak dan dipastikan keberadaannya. Karena biasanya mereka hanya membuat perwakilan-perwakilan seperti yang marak terjadi di Indonesia. 

"Sampai saat ini memang banyak (Penyelenggara P2P ilegal) dari China. Tapi, banyak juga yang para pelakunya itu dari Indonesia," kata Tongam di kantor OJK, Jakarta, Rabu 12 Desember 2018.

Hal senada juga diutarakan Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi. Dia memastikan, masalah P2P lending ilegal yang tengah marak di Indonesia saat ini, sebenarnya juga terjadi di sejumlah negara lain termasuk China.

"Bedanya, karakter permasalahannya di China dengan di Indonesia itu adalah bahwa di ekosistem fintech mereka kerap terjadi penyalahgunaan oleh pihak penyelenggara. Sementara di Indonesia justru terbalik, justru peminjam yang tidak membayar utangnya," kata Hendrikus.

Hendrikus pun merincikan, pembagian tiga kategori cluster fintech menurut OJK. Di clusterpertama, terdapat jenis fintech dengan layanan yang berada dalam ekosistem tertutup, seperti misalnya Informa, Ace Hardware dan Tokopedia.

Hendrikus bahkan berani menjamin bahwa fintech di cluster pertama ini tidak akan pernah ada keluhan. Karena tingkat bunga pinjaman mereka biasanya lebih kompetitif dari bank. 

"Misal, kalau di bank bunganya 15 persen, mereka bisa kasih hanya 10 persen," katanya. 

Sementara fintech di cluster kedua ekosistemnya justru terbuka, namun dengan cakupan yang lebih terbatas dibanding dengan dua cluster lain. Misalnya adalah Traveloka, yang mengharuskan peminjamnya menyertakan jaminan personal garansi.

"Nah, yang sering bermasalah dan dikeluhkan di Indonesia saat ini adalah fintech cluster ketiga, atau fintech ilegal. Jumlahnya tidak sampai sepertiga, tapi karakternya itu, Siapapun dapat meminjam tanpa jaminan. Inilah yang menyebabkan bunga pinjaman cenderung lebih tinggi dibanding dengan dua cluster lain itu," ujarnya. (**H)


Sumber: VIVA





Berita Terkait

Tulis Komentar