Indonesia Darurat Prostitusi Online, RUU PKS Diminta Segera Disahkan

  • Sabtu, 08 Desember 2018 - 23:47:17 WIB | Di Baca : 1062 Kali

SeRiau - Di era teknologi yang makin canggih dengan sebaran informasi yang cukup masif melalui media sosial (medsos), kekerasan seksual hingga prostitusi online pun makin beragam. Tidak hanya di wilayah privat, tapi sudah menyentuh ranah publik melalui media internet.

Contoh kasus terbaru, di Surabaya, misalnya, tengah heboh soal kasus calon mahasiswa baru pascasarjana (S2) jurusan Hukum Internasional Universitas Ailangga (Unair) yang mengunggah video bugil enam mantan pacarnya di situs dewasa dengan disertai ancaman.

Karena itulah Jaringan Anti-kekerasan Seksual Jawa Timur mendesak agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang digodok Komisi VIII DPR RI sejak Februari 2017 lalu, segera disahkan menjadi UU.

"Karena kasusnya makin lama makin besar, dan efeknya itu makin kuat," terang Jubir Jaringan Anti-kekerasan Seksual Jawa Timur, Endah Triwijati di Surabaya, Sabtu (8/12).

Dari catatan tahunan Komnas Perempuan di Tahun 2017, Endah menyebut, di Indonesia terdapat tiga perempuan menjadi korban kekerasan seksual tiap dua jam. "Di lima tahun terakhir, kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan tertinggi yang terjadi di ranah publik atau komunitas," katanya.

Dan dalam tiga tahun terakhir, masih terang Endah, kekerasan seksual di wilayah publik ini menempati urutan kedua tertinggi dari kekerasan yang terjadi di ranah privat atau domestik.

"Kasus perkosaan menjadi yang tertinggi di ranah personal, 135 kasus di antaranya adalah perkosaan dalam perkawinan, 2.017 kasus lainnya di masa pacaran," jelas dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) ini.

Menurut Endah, masih diberlakukannya kebijakan dispensasi pernikahan, menyebabkan terjadinya 8.488 kasus perkawinan anak yang dikabulkan oleh Pengadilan Agama. "Padahal pernikahan usia dini membuat makin rentannya kasus pelanggaran hak asazi sebagai manusia (HAM)."

Sementara di Tahun 2018, kasus-kasus kekerasan sesksual makin beragam jenisnya dan menunjukkan peningkatan cukup drastis. Misalnya, Endah merinci, kekerasan di dunia maya yang mencakup penghakiman digital bernuansa seksual, penyiksaan seksual, persekusi online dan offline yang makin masif.

Kemudian ancaman kriminalisasi perempuan menggunakan UU ITE, kerentanan eksploitasi seksual anak, eksploitasi tubuh perempuan di dunia maya, serta makin maraknya situs dan aplikasi prostitusi online berkedok agama, "Seperti situs ayopoligami.com dan nikahsiri.com," Endah memberi contoh.

Semntara dari data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, pengendalian Penduduk dan Keluarga (DP3AK) Jawa Timur maupun lembaga-lembaga lainnya, kata Endah, juga menunjukkan hal serupa.

"Di Surabaya khususnya, sangat dirasakan urgensinya adanya payung hukum untuk melindungi perempuan dan anak korban kekerasan seksual," katanya.

Dari 187 kasus yang ditangani Savy Amira saja, tandasnya, mulai 2016 hingga November 2018 kemarin, 31.2 persennya adalah kasus kekerasan seksual, khususnya di wilayah personal, maupun di relasi kerja.

"Karena itu melalui 16 Days of Activism Against Gender Violence, yang diperingati secara internasional tiap tahunnya, kami mendesak untuk segera disahkannya RUU PKS sebagai payung hukum," tandas Endah.

Kampanye 16 Hari Anti-kekerasan terhadap Perempuan ini digelar mulai 25 November hingga 10 Desember. Dan bersama beberapa elemen massa seperti ArFen, Gusdurian Jatim, Savy Amira, WCC Dian Mutaiara Malang, KPI Jatim dan beberapa elemen lainnya membentuk Jaringan Anti-kekerasan Seksual sebagai upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. (**H)


Sumber: Merdeka.com





Berita Terkait

Tulis Komentar