Mencari Titik Temu Pemajuan Pendidikan Periklanan

  • Sabtu, 08 Desember 2018 - 14:33:50 WIB | Di Baca : 1235 Kali

SeRiau - DPI (Dewan Periklanan Indonesia), DPP Indonesia (Dewan Perguruan Periklanan Indonesia), dan P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) menyelenggarakan Simposium Nasional Pendidikan Periklanan 2018 bertajuk “Transformasi dan Kolaborasi sebagai Pondasi Komunikasi”, di Gedung Kompas, Jalan Panjang, Jakarta (6/12/2018)

Dalam kegiatan ini, Ketua Program Studi Vokasi Komunikasi (Vokom) UI, Devie Rahmawati menjadi pembicara bersama dengan Hellen Katherina (The Nielsen Company Indonesia), Janoe Arijanto (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), Edi Taslim (CEO Kaskus Group), Jerry Justianto (Chairman of Association of Asia Pacific Advertising Media).

Pertemuan eksosistem periklanan

“Simposium ini diawali oleh 3 diskusi panjang yaitu 16 Oktober 2018, menghadirkan suara Industri, untuk membahas tentang perubahan besar yang terjadi dalam model bisnis dan kebutuhan kompetensi praktisinya, maupun ekosistem baik di tingkat nasional, maupun global," ujar Amelita Lusia, pemandu acara dan juga Kepala Laboratorium TV Vokasi Komunikasi UI.

Ia menambahkan, pertemuan kedua mendengar suara ekosistem untuk melihat perkembangan teknologi informasi terkini dan tekait kepentingan industri periklanan, khususnya pemanfaatan ‘big data’, konektivitas, dan kecerdasan buatan. Sedangkan pertemuan ketiga menghadirkan suara kampus,” 

“Terjadi fenomena global dimana perusahaan tidak lagi merekrut karyawan yang memiliki gelar. Tidak hanya itu, banyak perusahaan – perusahaan teknologi besar di Indonesia sangat ‘putus asa’ atas supply tenaga kerja," ujar Devie.

Pendidikan vokasi sebagai jawaban

Devie melanjutkan, hal ini dijawab lewat membuka program magang mahasiswa dengan honor besar sekali, dengan harapan dapat langsung mendidik calon karyawan mereka.

"Kondisi ini hanya dapat dirubah dengan pendidikan vokasi,” tegas Devie.

Ia menjelaskan kemajuan Barat didorong desain pendidikan vokasi yang secara nyata menghasilkan lulusan siap kerja. Di Jerman misalnya, jumlah Universitas Terapan (vokasi) dua kali lipat dari universitas berlatar akademik, tambah Devie yang juga alumni DAAD, Jerman.

“Pendidikan Vokasi merupakan jawaban bagi Indonesia, karena kurikulum pendidikan vokasi fleksibel dengan resep 3 K yaitu mengikuti Kebutuhan industri, bersandar pada Kearifan lokal dan Keunggulan peserta didik," lanjutnya.

Setiap individu tentu memiliki bakat dan minat yang berbeda satu sama lain. Pendidikan vokasi bersifat mengasah ketrampilan spesialis, sehingga siswa akan bekerja di bidang yang sama dengan kebutuhan industri.

Solusi melalui aplikasi

Tidak hanya itu, daerah dapat membangun sekolah yang sesuai dengan karakteristik industri lokal, sehingga industri lokal dapat berkompetisi di kancah nasional dan global,” tutup Devie.

Hellen dan Edi memaparkan bahwa teknologi sudah berkembang dengan sangat pesat.

“Raksasa-raksasa bisnis yang tidak cepat membaca perubahan seperti Washington Post, yang sudah berusia 130 tahun, akhirnya dibeli Amazon. Padahal di masa lalu, Washington Post pernah menolak permohonan investasi dari Google,” seru Edi, CEO Kaskus.

Sedangkan Janoe, Ketua P3I, menyampaikan bahwa P3I melahirkan solusi berupa aplikasi yang akan menyatukan seluruh elemen negeri yaitu industri, kampus, praktisi periklanan dan mahasiswa untuk dapat berkomunikasi, berkolaborasi dan bersinergi membangun dunia periklanan Indonesia.

“Melalui aplikasi ini, kesenjangan kebutuhan dapat difasilitasi, karena database pengajar, industri, praktisi dan mahasiswa komunikasi akan tercakup di dalamnya,” seru Janoe. (**H)


Sumber: KOMPAS.com





Berita Terkait

Tulis Komentar