KPU Patuhi Putusan MK, OSO Harus Mundur dari Pengurus Partai

  • Selasa, 04 Desember 2018 - 20:32:19 WIB | Di Baca : 1181 Kali

SeRiau - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang harus mundur dari jabatannya sebagai ketua umum partai jika masih ingin masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Ketua KPU Arief Budiman kembali mengingatkan tentang putusan Mahkamah Konstitusi.

"Putusan MK harus saya jalankan. Jadi tetap harus undur diri," ucap Arief di Kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/12).

Kendati begitu, Arief masih enggan merinci waktu pengunduran diri OSO. Saat ini pihaknya masih mencari rujukan aturan yang pas terkait waktu pengunduran diri OSO tersebut.

"Kami tadi malam kan sudah memberikan arahan, dengan merujuk sejumlah dokumen. Baik dokumen soal pelaksanaan, tahapan-tahapan yang detail dan spesifikasi itu," ucap Arief.

Lebih lanjut, Arief mengatakan detail putusan itu bakal dituangkan pada surat yang akan dikirim kepada OSO dalam waktu dekat. Ia berharap putusan ini dapat diterima semua pihak.

"Saya harap apa yang menjadi keputusan KPU bisa dipahami dan diterima semua pihak. Jangan lagi ada perdebatan, polemik dan sebagainya. Sebab itu yang bisa dilakukan oleh KPU dan sudah kami yakini benar dan adil," ucapnya.

Pada kesempatan berbeda, OSO menyatakan belum berkomunikasi soal putusan ini dengan Arief. Ia mengaku belum tahu akan mundur atau tidak dari kepengurusan parpol.

"Waduh, belum tahu," ucap OSO saat ditanya soal pengunduran diri dari ketua umum Hanura, di kawasan Bidakara, Jakarta, Selasa (4/12).

Sebelumnya, Komisioner KPU Wahyu Wahyu Setiawan sempat membuka opsi untuk memasukan OSO DCT Calon DPD. Hanya saja, dalam opsi itu, saat terpilih OSO harus mengundurkan diri dari jabatan pengurus partai politik.

"Kemudian yang bersangkutan menjadi calon anggota DPD, kemudian kami masukkan dalam DCT. Tetapi apabila yang bersangkutan terpilih, maka dia harus mengundurkan diri dari jabatan pengurus parpol. Ini kan win-win solution," papar Wahyu di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (15/11) lalu.

Polemik terkait pencalonan OSO sebagai caleg DPD berawal dari terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30/PUU-XVI/2018 pada 23 Juli 2018. Di dalamnya menegaskan bahwa DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol. Anggota partai yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD harus mengundurkan diri dari kepengurusan parpol.

Di sisi lain, pendaftaran pencalonan DPD sudah berjalan. Termasuk OSO yang masih menjabat sebagai ketua umum Partai Hanura juga sudah mendaftarkan diri.

Putusan MK ditindaklanjuti KPU RI dengan menerbitkan aturan perubahan. Di dalamnya meminta bakal calon anggota DPD yang sudah mendaftarkan diri segera melampirkan surat pengunduran diri dari parpolnya masing-masing. 

Namun, OSO tak kunjung memberikan lampiran surat tersebut ke KPU. Kemudian KPU tidak meloloskan OSO sebagai caleg DPD.

OSO menempuh jalur hukum dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung. Menurut Arief, aturan PKPU perubahan itu tidak bisa berlaku karena putusan MK diterbitkan ketika proses tahapan pencalonan sudah berjalan. Sedangkan sifat dari putusan MK tidak berlaku surut.

Selain menggugat ke MA, OSO juga melayangkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. PTUN memenangkan OSO dan memerintahkan KPU memasukkan nama OSO sebagai caleg DPD Pemilu 2019. (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar