Sri Mulyani: RI Butuh Negosiator Andal Hadapi Perang Dagang

  • Senin, 03 Desember 2018 - 05:36:25 WIB | Di Baca : 1393 Kali

SeRiau - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan Indonesia harus menyiapkan negosiator yang unggul disertai materi dan posisi yang jelas untuk menghadapi era perang dagangbilateral dan melemahnya mekanisme solusi multilateral yang makin kompleks.

Dalam laman media sosial resmi yang dipantau Minggu (2/12), Sri Mulyani menjelaskan persiapan patut dilakukan karena pemulihan ekonomi yang masih belum merata. Terlebih, kebijakan ekonomi antara negara yang makin tidak sinkron diperparah oleh kebijakan konfrontasi perdagangan.

"Perang dagang telah melahirkan keinginan G20 untuk melakukan reformasi multilateral dalam World Trade Organization (WTO)," ujarnya seperti dikutip Antara, Minggu (2/12).

Untuk itu, Sri Mulyani berharap Pertemuan Tingkat Tinggi G20 yang berlangsung di Buenos Aires, Argentina, bisa benar-benar menghasilkan keputusan yang menentukan arah ekonomi dan tata kelola global. 

Mantan Direktur Bank Dunia itu juga mengingatkan ancaman dan peluang digital ekonomi terhadap kesempatan kerja di masa depan terus menjadi perhatian G20, karena berpengaruh pada kebijakan ketenagakerjaan, jaring pengaman sosial, dan perpajakan.

"Dunia akan semakin kompleks. Globalisasi serta kemajuan teknologi akan memberi banyak kesempatan untuk maju dan mengejar ketertinggalan, namun juga menyajikan kerumitan dalam mengelola perekonomian dan sosial suatu negara. RI harus makin keras dan cerdas dalam membangun ekonomi," katanya. 

Sri Mulyani meyakini fokus pemerintah dalam membangun kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur sudah merupakan hal yang benar, karena bermanfaat bagi pemerataan dan peningkatan produktivitas serta daya kompetisi negara.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde menyampaikan tekanan dari ancaman terjadinya perang dagang mulai berdampak ke negara berkembang, sehingga dibutuhkan kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.

IMF memperkirakan kebijakan kenaikan tarif bea masuk tersebut bisa mengancam perdagangan internasional dan menurunkan 0,75 persen pertumbuhan global pada 2020, sehingga butuh upaya untuk menurunkan tensi perdagangan, mengurangi kenaikan tarif dan mendorong kerja sama multilateral.

Risiko lain yang tidak kalah penting dan menjadi perhatian IMF dalam forum G20 adalah meningkatnya tingkat utang global hingga mencapai US$182 triliun di berbagai negara berkembang dan negara dengan penghasilan menengah ke bawah.

Untuk itu, IMF menyarankan adanya bantalan maupun kebijakan fiskal serta tindakan guna meningkatkan transparansi terhadap utang, terutama terkait nilai dan jangka waktu pinjaman, sebagai upaya untuk menjaga kesinambungan pengelolaan utang. (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar