Korban Pelecehan Dihukum, Baiq Nuril Akan Ajukan PK ke MA

  • Rabu, 14 November 2018 - 18:26:53 WIB | Di Baca : 1235 Kali

 

SeRiau - Eks pegawai honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) Baiq Nuril Maknun menilai putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) tidak adil karena dia adalah korban pelecehan seksual.

Atas dasar itu, Baiq melalui pengacaranya berencana mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terkait putusan majelis kasasi Mahkamah Agung yang menyatakannya bersalah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Putusannya memang sudah berkekuatan hukum tetap, tapi kita menunggu salinan putusannya, baru mengajukan upaya hukum PK," kata pengacara Baiq, Joko Jumadi, Rabu (14/11) seperti dikutip dari Antara.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melalui majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni, pada 26 September 2018, menjatuhkan vonis hukuman kepada Baiq Nuril selama enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Dalam putusannya, majelis kasasi Mahkamah Agung menganulir putusan pengadilan tingkat pertama di PN Mataram yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kasus Baiq Nuril ini bermula dari pelecehan yang disebut kerap dilakukan atasannya kala itu yakni Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram berinisial M. Bentuknya, M menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya melalui sambungan telepon.

Tidak nyaman dengan hal tersebut sekaligus untuk membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat hubungan gelap seperti yang dibicarakan orang sekitarnya, Baiq Nuril merekam pembicaraan dengan M. Bukan atas kehendaknya, rekaman tersebut menyebar.

M yang tak terima kemudian melaporkan Baiq dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Atas pelaporan itu PN Mataram memutus Baiq Nuril tidak terbukti menyebarkan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan pada 26 Juli 2017. Jaksa Penuntut Umum lantas mengajukan banding hingga tingkat kasasi.

Dari fakta persidangan di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim yang dipimpin Albertus Husada menyatakan tidak ditemukan data terkait dengan dugaan kesengajaan dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang bermuatan asusila.

Majelis hakim saat itu menyatakan, yang mendistribusikan hasil rekaman tersebut adalah Imam Mudawin, rekan kerja Baiq Nuril saat masih menjadi tenaga honorer di SMAN 7 Mataram.

Hal itupun disampaikan majelis hakim berdasarkan penilaian hasil pemeriksaan Tim Digital Forensik Subdit IT Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri terhadap barang bukti digital yang disita tim penyidik kepolisian.

Karena itu, barang bukti digital yang salah satunya adalah hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril dengan M dinilai tidak dapat dijadikan dasar bagi penuntut umum dalam menyusun surat dakwaannya.

Solidaritas Galang Dana Bantu Nuril

Di sisi lain, terkait vonis kasasi yang dijatuhkan pada Baiq, muncul aksi solidaritas penggalangan dana dengan target sebesar Rp500 juta di situs Kitabisa.com. Penggalangan dana ini diinisiasi Anindya Joediono.

Aksi penggalangan dana ini bertujuan untuk membayar denda yang dihadapkan kepada Baiq Nuril, dengan putusan bersalah yang tercantum dalam Pasal 27 ayat 1 UU ITE karena dianggap menyebarkan informasi elektronik yang mengandung kesusilaan.

Hingga pukul 17.43 WIB jumlah dana yang terkumpul berjumlah Rp50.458.837

"Jangan biarkan Bu Nuril dan keluarganya sendirian menanggung denda Rp 500 juta -jumlah yang tak kecil baginya. Mari menggalang solidaritas keadilan dengan berdonasi untuk membantu membayar denda tersebut," demikian pernyataan Anindya di situs tersebut.

Saat dihubungi CNNIndonesia.com, Anindya mengatakan dia merasa satu penderitaan dengan Baiq Nuril karena juga jadi korban.

"Saya juga mengalami pelecehan seksual saat mengadakan diskusi dengan aliansi mahasiswa papua (AMP) oleh aparat dan sampai sekarang kasus saya belum selesai, ini adalah salah satu bentuk biasnya hukum di Indonesia terhadap korban pelecehan seksual," katanya.

Selain Anindya, ada pula penggalangan dana lewat situs serupa yang diinisiasi Budhi Hermanto yang berdomisili di Yogyakarta.

"Bagi saya, Baiq Nuril adalah korban UU ITE sehingga ia terhukum karena disangka melanggar. Ini tidak adil, Baiq Nuril harus dibantu untuk mendapatkan keadilan," demikian pengantar Budhi dalam kampanye penggalangan dana yang tercatat di situs tersebut.

Pelecehan atau kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, baik tempat kerja, sekolah, rumah, atau ruang publik. Anda yang ingin melaporkan insiden tersebut atau membantu korban bisa menghubungi lembaga-lembaga berikut: 

- Komnas Perempuan (021-3903963/komnasperempuan.go.id), 
- Lembaga Bantuan Hukum Apik (021-87797289/[email protected]/Twitter: @lbhapik), 
- Koalisi Perempuan Indonesia (021-7918-3221 /021-7918-3444/koalisiperempuan.or.id), 
- Bantuan psikologis untuk korban ke Yayasan Pulih (021-788-42-580/yayasanpulih.org). 

 

 


Sumber CNN Indonesia
 





Berita Terkait

Tulis Komentar