Tuntut Perhatian, Ribuan Guru Tidak Tetap Izin Tak Mengajar 2 Minggu

  • Jumat, 12 Oktober 2018 - 00:16:14 WIB | Di Baca : 1351 Kali

SeRiau - Forum Honorer Sekolah Negeri (FHSN) Gunungkidul, Yogyakarta, yang berjumlah ribuan orang akan mengajukan izin tidak mengajar selama dua minggu.

Mereka berharap mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat.

Ketua FHSN Aris Wijayanto menyampaikan, terhitung sejak 15 Oktober hingga 31 Oktober 2018, ribuan Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) tidak masuk kerja.

Mereka sudah mengumumkan hal itu melalui sekolah, media sosial, dan diserukan melalui surat tertulis ditujukan kepada koordinator kecamatan (korcam) dan koordinator SMP se-Gunungkidul.

Total GTT dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Gunungkidul dari TK hingga SMP mencapai 2000 orang, yang akan mengikuti izin tidak mengajar.

"Kami sudah rapat koordinasi terkait dengan aksi izin mengajar dan bekerja dengan seluruh anggota," kata Aris saat dihubungi, Kamis (11/10/2018).

Aksi ini sebagai bentuk protes Permenpan no 36 tahun 2018 yang sangat diskriminatif terhadap guru honorer dan tenaga kependidikan honorer di sekolah negeri.

"Kami akan melakukan izin untuk tidak mengajar ini bentuk protes kami terkait dengan Peraturan Menteri nomor 36 tahun 2018, karena diskrimiansi guru honorer yang telah mengabdi,"ujarnya.

Aris bersama teman-temannya mendesak pemerintah dengan sejumlah tuntutan, diantaranya mencabut Permenpan no 36 tahun 2018 dan menghentikan rekruitmen CPNS jalur umum. Selain itu, mereka berharap Presiden RI menerbitkan Perpu pengganti UU untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Koordinator FHSN wilayah Semanu Wahyu Arinto mengatakan, aksi izin tidak masuk kerja serentak sudah disiapkan matang. Jika tuntutan tidak dipenuhi maka akan disiapkan aksi selanjutnya.

Diakuinya aksi dilakukan menimbulkan resiko, salah satunya terpaksa meninggalkan anak didik untuk sementara waktu.

Namun di sisi lain, pihaknya juga sedang berjuang untuk memperbaiki nasib.

FHSN tidak mewajibkan bagi GTT untuk mengikuti izin tidak mengajar, tetapi itu sebagai bentuk solidaritas antar sesama GTT.

"Kami juga merasa iba ketika menanyakan kepada murid-murid kami, mereka lalu bertanya-tanya siapa yang akan mengajar jika kami izin. Tapi mau bagaimana lagi kami juga tidak mau nasib kami seperti ini terus,"ujarnya.

Saat ini penghasilan perbulan untuk GTT maksimal angka Rp 400 ribu, dengan angka yang kecil tersebut banyak dari GTT yang bekerja di sektor lain.

"Kalau saya pribadi berjualan angkringan, ada yang lainnya, jadi kami tidak bisa fokus dalam bekerja,"ucapnya

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gunungkidul Bahron Rasyid mengaku belum mendapatkan laporan terkait izin tidak mengajar maupun izin tidak bekerja.

Selain itu, pihaknya belum bisa berkomentar mengenai antisipasi saat pelaksanaan izin tidak mengajar selama dua minggu.

“Saya berharap bapak ibu GTT dan PTT tidak akan tega meninggalkan tugas begitu lama, tapi di sisi lain saya juga memahami ikhtiar teman-teman (GTT dan PTT),” kata Bahron. (**H)


Sumber: KOMPAS.com





Berita Terkait

Tulis Komentar