Pesan Jakmania untuk Edy: Mengurus Sepak Bola Berat, Jenderal

  • Jumat, 28 September 2018 - 14:26:06 WIB | Di Baca : 1130 Kali



SeRiau - Tewasnya suporter Persija Jakarta, Haringga Sirla oleh Bobotoh, pendukung Persib Bandung di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Minggu (23/9) lalu, merambat pada kritik atas kepemimpinan Letnan Jenderal (Purn) Edy Rahmayadi di tubuh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). 

Edy menjabat sebagai ketua umum PSSI sejak 10 November 2016. Selain menjabat sebagai orang nomor satu di organisasi sepak bola Indonesia, pensiunan jenderal bintang tiga itu juga menjabat sebagai gubernur Sumatera Utara. 

Masalah rangkap jabatan ini salah satu yang menjadi sorotan sejumlah pihak, termasuk dari pendukung Persija, The Jakmania.

PSSI sebagai induk sepak bola dinilai turut bertanggung jawab atas hilangnya nyawa Haringga sebelum pertandingan Persija melawan Persib. Edy diminta memilih apakah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI atau Gubernur Sumatera Utara. Pilihan itu harus diambil agar fokus menjalankan tugasnya, apakah di PSSI atau Sumatera Utara.

"Kalau saya kritik, mengurus sepak bola itu berat ya, saya saja mengurus korwil berat. Tolonglah dipikirkan buat Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi tolong berpikir satu saja, jangan merangkap jabatan," kata Koordinator Wilayah The Jakmania Cengkareng, Bayu kepada CNNIndonesia.com.

"Fokus ke satu, menjabat sebagai ketua umum atau gubernur saja. Kalau emang enggak sanggup di PSSI kasih ke yang lebih sanggup. Jadi pembinaan berjalan," kata Bayu menambahkan.

Bayu tergolong fan berat Persija. Sudah 18 tahun dia mendukung klub Ibu Kota itu. Bayu telah mengikuti perkembangan kompetisi sepak bola di Indonesia, sejak dirinya menjadi pendukung Persija, yang ikut dalam kompetisi bentukan PSSI, Liga 1.

Bayu pun meminta PSSI bertindak tegas usai kasus pengeroyokan hingga tewasnya Haringga oleh Bobotoh, pendukung Persib. Sanksi perlu diberikan kepada pendukung maupun Persib agar memunculkan efek jera pada suporter atau klub lain yang berlaga di Liga 1.

Bayu menilai bentuk sanksi yang bisa dijatuhkan kepada klub adalah pengurangan poin serta kepada suporter dilarang menonton klub saat bermain di kandang maupun tandang selama satu bulan atau sampai sisa laga kompetisi di musim ini. Bila hanya pemberian denda, kata Bayu, itu tak akan memberikan efek jera.

"Misalnya pengurangan lima poin dan larangan menonton di stadion, itu juga berlaku ke klub lain. Jangan sekarang ada yang meninggal begini [baru] teriak-teriak, kemarin kasus Persita ada yang meninggal diam, dari PSS meninggal diam, jadi ada efek jera juga buat klub itu juga, buat membina suporternya," ujarnya.

Menurut data Save Our Soccer selama kepemimpinan Edy, terdapat 20 korban tewas dari pendukung sejumlah klub. Namun, tak semua kasus kematian ini diusut pihak kepolisian, seperti kematian Banu Rusman dari La Viola pendukung Persita Tengerang yang dipukuli personel TNI dari Kostrad Cilodong, yang dikerahkan mendukung PSMS Medan.

"Kalau saya dari Korwil, buat PSSI ke depan tolong ditindak tegas, klubnya atau suporternya, jadi jangan dibiarkan. Kemarin ada korban dari suporter yang meninggal enggak ada sanksi, komdis harus turun tangan," ujarnya.

Pembenahan Liga

Setelah peristiwa pengeroyokan yang dilakukan Bobotoh terhadap Haringga, PSSI mengambil langkah menghentikan Liga 1 sementara sampai waktu yang belum ditentukan. Selama penghentian ini, PSSI bakal menginvestigasi kasus meninggalnya Haringga di laga Persib melawan Persija.

Seorang The Jakmania, Alfian Tanjung (32) menyebut operator Liga 1 lalai sehingga masih muncul korban pada laga Persija melawan Persib yang memiliki tensi tinggi. Alfian mengatakan seharusnya penyelenggara, termasuk panitia pelaksana pertandingan belajar dari kasus-kasus yang sebelumnya agar kasus tewasnya suporter tak terulang.

Di sisi lain, pihak klub, termasuk Persija harus melakukan pembinaan yang nyata terhadap masing-masing suporternya. 

"Ini korban yang kesekian kalinya, mulai dari 2012 ini sudah korban kesekian kalinya," kata Alfian kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/9).

Alfian bahkan menyebut PSSI tak becus membangun kompetisi Liga 1 lantaran kejadian serupa selalu berulang. Padahal, kata Alfian tahun lalu pada laga Persija melawan Persib juga jatuh korban jiwa dari Bobotoh, pendukung Persib. Seharusnya dari kasus itu, kejadian pada laga di Stadion GBLA tak terulang.

"Pembenahan dan ini mulai dari pucuk pimpinan. Jelas federasi (PSSI) harus bertanggung jawab, pertama, itu enggak bisa tutup mata, cuci tangan, korban jiwa berjatuhan, enggak di Liga 1 aja kok," ujarnya.

Suporter Jadi Komoditas

Alfian lantas mengritik PT Liga Indonesia Baru selaku operator resmi Liga 1 serta panitia pelaksana pertandingan yang tak pernah memikirkan kenyamanan maupun keamanan para suporter yang datang menonton pertandingan. Para suporter itu, kata Alfian tak gratis untuk menonton tim kesayangannya.

Menurut Alfian, cukup banyak uang yang didapat dari tiket per pertandingan yang bisa menghadirkan sampai 30.000 orang. Hitung saja bila harga tiket Rp70 ribu per pertandingan,maka akan ada uang Rp2,1 miliar yang didapatkan.

"Sekarang tinggal kemaun Panpel dan pelaksana pertandingan itu aja, bagaimana bisa menyajikan suatu pertandingan yang aman meskipun di situ tensi rivalitas sangat tinggi, mereka harus menjamin dari semua segi, dari keamanannya, tata cara mengatur suporter tamu gimana, untuk tuan rumah gimana. Semuanya harus diatur," kata dia.

"Kami kan nonton bola enggak gratis, beli tiket, dan itu enggak murah. Sebut lah di Jakarta standar 50 ribu sampai 70 ribu rupiah, VIP 200 ribu rupiah," ujarnya menambahkan.

Lebih lanjut, Alfian yang sudah 20 tahun mendukung Persija cukup heran dengan keberadaan pihak kepolisian pada pertandingan Persib melawan Persija di Stadion GBLA kemarin. Alfian tak habis pikir padahal pihak kepolisian menyebut menerjunkan 4.000 personel untuk mengamankan pertandingan syarat gengsi itu.

Alfian menilai. melihat video pengeroyokan Haringga, tak terlihat satu pun polisi yang berada di sekitar lokasi untuk mencegah amukan Bobotoh itu.

"Dari pihak sana bilang 4.000 personil dan itu diambil alih pihak Polda Jawa Barat langsung, tapi buktinya apa, dari video yang beredar itu enggak ada polisi satu pun. Seharusnya ada keamanan. Kejadian kemarin jelas Panpel salah. Jelas-jelas di situ ada Ridwan Kamil, Jawa Barat 1, harusnya pengamanan di dalam ketat, di luar juga ketat," tuturnya.

Oleh karena itu, kata Alfian, setiap panitia pelaksana,tak hanya pada laga Persija melawan Persib yang punya tensi tinggi, harus siap menyelenggarakan pertandingan yang aman bagi pendukung tuan rumah maupun tamu.

"Di situ kan penonton enggak gratis, bayar, ada sesuatu yang mereka bayarkan, bukan pertandingan yang cuma-cuma, bukan tarkam [antar kampung] lah. Imbal baliknya apa? Keamanan dan kenyamanan harus dapat," kata dia.

 

 

 

Sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar