Hubungan Malaysia-Indonesia Masih Terganjal Perkara Batas Negara

  • Jumat, 07 September 2018 - 20:53:00 WIB | Di Baca : 1982 Kali

SeRiau - Dua negara serumpun, Indonesia dan Malaysia, kerapkali terlibat dalam polemik perebutan wilayah di kawasan perbatasan, tepatnya di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara; dan negara bagian Sabah, Malaysia Timur.

Permasalahan ini sudah muncul sejak 1973, karena perbedaan pendapat kedua negara tentang batas wilayah masing-masing negara.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Kepala Biro Pengelolaan Perbatasan Negara Provinsi Kalimantan Utara, Samuel ST Padan, permasalahan terletak pada perbedaan interpretasi kedua negara terhadap peta perbatasan yang telah disepakati sejak zaman penjajahan Belanda-Inggris, sesuai dengan Konvensi 1891, Perjanjian 1915, dan Perjanjian 1928.

"Posisi titik dan garis batas yang ada di peta tidak sesuai, di lapangan posisi titiknya lain," ujar Samuel, saat dihubungi Kompas.compada Jumat (7/9/2018).

"Dalam interpretasi Malaysia titik batas dalam peta Belanda-Inggris itu masih merugikan pihaknya, banyak wilayah Malaysia masuk ke wilayah Indonesia. Sementara Indonesia berpegang teguh pada peta Belanda-Inggris tersebut," kata dia.

Adapun batas negara yang kali ini dipermasalahkan (outstanding boundary problem atau OBT) adalah lima titik di wilayah Kabupaten Nunukan: Sungai Sinapad, Sungai Simantipal, B2700 – B3100, Pulau Sebatik; dan C500 – C600.

"Tidak ada pemindahan patok. Malaysia telah membangun ekonomi dan infrastruktur perbatasan di wilayahnya dengan baik sehingga masyarakat Indonesia di perbatasan sangat tergantung kebutuhan sembako dan BBM-nya dengan Malaysia," ucap Samuel.

Ia melanjutkan, masyarakat Indoenesia yang menggunakan pelayanan kesehatan ke Sabah atau Serawak akan mendapatkan kemudahan pelayanan kartu penduduk.

Karena itu, masyarakat sangat mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah pusat untuk memulai pembangunan di wilayahnya.

Terutama, menurut Samuel, pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, pembangunan potensi ekonomi masyarakat perbatasan, pembangunan Pos Lintas Batas Negara Terpadu (PLBN), membangun toko Indonesia, BBM 1 harga dituntaskan merata di seluruh kawasan perbatasan.

"Juga menuntaskan pembangunan bandara dan peningkatan jaringan telekomunikasi di kawasan perbatasan, mewujudkan daerah otonom baru di Kota Sebatik, DOB Kabudaya, DOB Krayan, DOB Apau Kayan sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat perbatasan, memperkuat pengamanan dan keamanan perbataaan, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa," tuturnya.

Menurut Samuel, pemerintah pusat pun tidak tinggal diam dan saat ini sedang berusaha melakukan pembangunan di kawasan tersebut.

Misalnya, membangun jalan paralel ke perbatasan dan mendirikan RSUD tingkat pratama di empat titik perbatasan (Long Nawang, Krayan, Sebuku, dan Sebatik).

Kemudian membangun toko Indonesia, membangun PLBN, memprogramkan tol laut ke Nunukan, membangun bandara, membangun tower telekomunikasi, meratakan harga BBM.

Namun, hal itu memang belum sepenuhnya dapat dituntaskan bahkan belum menunjukkan peningkatan.

"Masyarakat Indonesia di perbatasan menyayangkan belum ada kemajuan apa-apa dalam penyelesaian tersebut. Bahkan menyayangkan juga pihak pemerintah pusat belum melakukan pembangunan di kawasan sengketa atau OBP. Masyarakat khawatir akan terulang kasus Sipadan Ligitan," tutur Samuel.

Ia menceritakan, keadaan warga Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan dengan Malaysia masih memiliki semangat nasionalisme yang tinggi meskipun banyak merasakan kemudahan dari negara tetangganya.

"Ada istilah klasik masyarakat Indonesia di perbatasan: Garuda di dada, Malaysia di perut, itu faktanya bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia di perbatasan masih sangat tergantung pada Malaysia di Sabah dan Sarawak. Tapi jiwa dan rohnya masih Indonesia tulen," kata Samuel.

"Masyarakat perbatasan bisa merayakan HUT RI selama satu bulan dengan kegiatan pertandingan olahraga dan atraksi seni budaya," tuturnya.

Masyarakat di beranda negeri dengan segala keterbatasan fasilitas itu, mengharapkan Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke tempat mereka tinggal. Terutama di wilayah Apau Kayan, Krayan, dan Kabudaya, yang semuanya terletak di Kabupaten Nunukan. (**H)


Sumber: KOMPAS.com





Berita Terkait

Tulis Komentar