Aktivis Kritik Bagi-bagi Sertifikat Tanah ala Jokowi

  • Rabu, 05 September 2018 - 19:03:08 WIB | Di Baca : 1188 Kali

SeRiau - Sejumlah pengamat kebijakan sektor agraria menyayangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang cenderung mengejar sertifikasi tanah. Mereka menilai sertifikasi tanah bukan inti reforma agraria yang kerap dibanggakan pemerintahan Jokowi.

Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menganggap pemerintah masih jauh dari tujuan ideal reforma agraria. Iwan melihat selama empat tahun kepemimpinan Jokowi, redistribusi lahan dan penyelesaian konflik agraria hanya jalan di tempat.

Redistribusi lahan menurut Iwan menjadi poin vital dalam agenda reforma agraria. Namun, ia justru menyaksikan pemerintah tampak hanya berkonsentrasi pada sertifikasi tanah.

"Sertifikasi dan redistribusi itu beda. Kalau sertifikasi itu kamu punya tanah, saya punya tanah, kita diberi sertifikat, dilayani dengan cepat. Tapi kalau redistribusi, saya belum punya tanah, kamu belum punya tanah, kita diusahakan pemerintah supaya punya tanah. Caranya dengan meredistribusi tanah-tanah negara. Nah, itu masih sangat lambat," jelas Iwan saat ditemui pada peringatan milad tokoh reforma agraria Gunawan Winardi di Jakarta Selatan, Rabu (5/9).

KPA mencatat hingga saat ini pemerintahan Jokowi baru berhasil meredistribusi lahan sekitar 800.000 hektare. Jumlah itu dianggap sangat sedikit bila dibandingkan dengan target hak kelola perhutanan sosial sebesar 12,7 juta hektare.

Iwan menyoroti kinerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dalam hal ini yang terkesan hanya mengurusi sertifikasi tanah. Padahal tujuan pembentukan kementerian tersebut adalah mengubah pola penguasaan tanah yang saat ini timpang menjadi lebih berkeadilan.

Di samping itu, Iwan berpendapat Kementerian ATR lemah dalam mengawal Peraturan Presiden (Perpres) tentang reforma agraria yang tak kunjung terwujud.

"Itu jadi bukti bahwa Kementerian ATR sebenarnya tidak mengawal, mendorong dengan aktif, dan berkomitmen kuat dalam menjalankan reforma agraria. Mungkin aktifnya di sertifikasi lagi," kata Iwan.

KPA sebenarnya mengapresiasi langkah pemerintah dalam kebijakan sertifikasi tanah yang sedikit lebih baik dibanding era sebelumnya. Namun mereka tidak melihat itu sebagai prioritas agenda reforma agraria.

Hal senada diucapkan oleh Deputi Direktur Sawit Watch, Ahmad Surambo. Ia menilai reforma agraria tidak berjalan semestinya karena pemerintah hanya sibuk mengejar sertifikasi.

Padahal menurut Rambo ada kerentanan dari program sertifikasi tanah yang dilakukan Jokowi seperti risiko tanah yang lebih cepat berpindah tangan.

"Penting bagi pemerintah membuat mekanisme agar lahan tidak mudah berpindah tangan," katanya.

Jika hanya sertifikasi lahan yang dikejar oleh Jokowi, Rambo menilai kebijakan itu tak jauh berbeda dari yang pernah dilakukan oleh Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

SBY meluncurkan program Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (Larasita), serupa dengan kebijakan Jokowi saat ini.

Ketimpangan lahan sebagai masalah utama dalam agenda reforma agraria dinilai tak akan selesai dengan sertifikasi belaka. Rambo mencontohkan dari sektor kelapa sawit.

Pertambahan lahan sawit per tahun mencapai hampir 500.000 hektare. Dibandingkan dengan angka pertambahan redistribusi dan sertifikasi, Rambo menilai masih sangat timpang.

"Itu baru dari sektor sawit saja," kata Rambo.

Kendati demikian, Rambo masih berharap dengan sisa waktu yang dimiliki pemerintah bisa mengejar agenda reforma agraria. Salah satu contoh yang bisa diharapkan adalah moratorium perkebunan kelapa sawit.

"Karena izin-izin baru akan disetop dulu, sehingga redistribusi dan penyelesaian konflik bisa dilakukan," ujar Rambo. (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar