Rupiah Terjun Bebas ke Rp14.900, Ini Tanggapan Sri Mulyani hingga BI

  • Rabu, 05 September 2018 - 09:34:10 WIB | Di Baca : 1289 Kali

 

SeRiau – Kondisi nilai tukar Rupiah sedang tidak sehat. Seperti diterjang badai, Rupiah tenggelam hingga ke level Rp14.900 per USD. Banyak yang menilai keadaan Rupiah saat ini seperti masa krisis tahun 1998.
Apakah kondisi Rupiah separah itu?

Bank Indonesia (BI) mengakui level tersebut tidak sesuai hitungan fundamental. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai Rupiah sudah tidak sesuai dengan level fundamentalnya.

"Kalau hitung-hitungan fundamentalnya seharusnya tidak seperti ini. Tidak selemah seperti ini," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di DPR RI, kemarin.

Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakini ekonomi Indonesia baik-baik saja. Sri Mulyani dengan tegas menyatakan pelemahan nilai tukar Rupiah terjadi karena sentimen eksternal dari ekonomi global. Depresiasi Rupiah merupakan efek domino dari krisis keuangan di beberapa negara, antaranya Turki dan Argentina.

"Kami mohon maaf permintaan kedua, di mana pemerintah selalu menyampaikan kondisi negara lain, faktanya memang begitu," kata Menkeu di Gedung DPR, kemarin.

Namun penjelasan pemerintah agaknya tak bisa membuat anggota parlemen puas. Beberapa anggota DPR mencecar bendahara negara mengenai penyebab melemahnya Rupiah.

Sri Mulyani pun memaparkan pemerintah bukannya berpangku tangan. Beberapa kebijakan tengah dimatangkan untuk mengurangi impor serta mendorong ekspor, dengan tujuan untuk mendorong nilai tukar Rupiah.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, pemerintah telah selesai mengatur penyesuaian tarif pajak penghasilan (PPh) impor untuk 900 komoditas impor. Aturan itu segera diterbitkan lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) pada hari ini.

Menkeu mengatakan, lahirnya PMK ini untuk menjaga kekuatan cadangan devisa Indonesia di tengah pelemahan Rupiah. Selain review terhadap 900 komoditas, pemerintah juga telah meninjau ulang proyek infrastruktur yang bisa ditunda pengerjaannya hingga kondisi Rupiah stabil.

Soal nada miring krisis 1998, pernyataan pemerintah mendapat dukungan dari beberapa analis. Kondisi Rupiah saat ini, kata Analis, tak bisa disandingkan dengan krisis keuangan yang terjadi di tahun 1998. Pasalnya kondisi 20 tahun lalu, pelemahan Rupiah terjadi sangat drastis.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam menyatakan, pada tahun 1998 kurs Rupiah bergerak melemah dari level Rp2.000 per USD ke Rp17.500 per USD.
"Artinya melemah ratusan% (di tahun 1998)," katanya kepada Okezone.

Sedangkan saat ini, pelemahan Rupiah bergerak dari level Rp13.800 per USD dan mendekati level Rp14.900 per USD. Artinya depresiasi tak lebih dalam seperti pada 20 tahun lalu. "Hanya melemah sekitar Rp1.000 atau sekitar 8% saja," katanya.

Maka dengan melihat kondisi tersebut, dinilai sangat jauh dari kondisi di tahun 1998. "Kondisi Rupiah saat ini sangat jauh sekali dibandingkan dengan periode krisis 1997-1998," pungkasnya.

Senada, Ekonom BCA David Sumual menyatakan, pada kondisi level kurs Rupiah di tahun 1998 tidak diiringi dengan kondisi perekonomian dalam negeri yang cukup baik. "Di tahun itu kan gaji enggak naik, UMR paling Rp200 ribu, enggak sampai sejuta, kemudian inflasi juga naik tinggi," katanya.

Sementara di tahun ini, lanjutnya, inflasi cukup terjaga. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan inflasi tahun kalender Januari hingga Agustus adalah 2,13%, masih dalam sasaran 3,5% plus minus 1%. Adapun pada Agustus 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05% (month to month/mtm).

"Ini kan sekarang Rupiah melemah inflasi enggak naik tinggi," katanya.

 

 


Sumber CNN Indonesia

 





Berita Terkait

Tulis Komentar