Pengusaha Truk Klaim Penggunaan B20 Lebih Boros Dibanding Solar Murni

  • Sabtu, 01 September 2018 - 20:50:43 WIB | Di Baca : 1168 Kali

 

SeRiau - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengaku belum sepenuhnya menerima kebijakan pemerintah mengenai penggunaan campuran sawit ke dalam solar atau B20. Hal itu dikarenakan belum adanya uji coba pada kendaraan besar seperti truk.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia ( Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengungkapkan selama ini pemerintah baru melakukan uji coba di kendaraan-kendaraan kecil yang menggunakan solar.

"Jadi selama ini masih diuji coba di kijang dan kendaraan kecil-kecil, belum di truk. Padahal pengguna solar terbesar kan kita (truk), bukan kendaraan kecil itu," kata Kyat saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (1/9/2018).
Menurut Kyat, penggunaan B20 di kendaraan memang akan mengurangi emisi gas buang dan secara teknis juga menigkatkan oktan solar itu sendiri. Namun secara performa, dinilai cukup boros.

Dia membandingkan solar murni dengam B100, lebih hemat solar murni. Sementara B100 lebih boros 40 persen. Hal ini yang ke depan para pengusaha truk khawatir akan menambah biaya operasional kendaraanya.

"Belum lagi kalau menggunakan B20 itu perawatan kendaraan akan lebih cepat. Selama ini kita itu sudah menggunakan B5 dan B10, dan itu begitu," paparnya.
Kyat juga menyangkan kebijakan B20 ini seolah dipaksakan oleh pemerintah. Dalam pembahasannyapun, Kyat mengaku tidak pernah dilibatkan. "Ya ini kan kacamata kuda, kita tidak dilibatkan saat penyusunannya," pungkas dia.

Mulai hari ini, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) resmi menyalurkan campuran sawit ke solar atau B20 di berbagai SPBU. Sehingga semua kendaraan yang berbahan bakar Solar, bisa menggunakan B20.

Dalam rangka memaksimalkan penggunaan B20 di kalangan masyarakat, pemerintah diminta lebih gencar melakukan sosialisasi mengenai manfaat dan arti penting penggunaan B20 tersebut.

"Khusus utk B20, pemerintah harus lebih intens lagi berkomunikasi dengan para konsumennya. Mengingat beberapa konsumen utama, seperti Organda, masih meragukan kredibilitas dan kualitas dari B20 tersebut," kata Direktur Eksekutif Economic Action (ECONACT) Indonesia Ronny P Sasmita kepada Liputan6.com, Sabtu (1/9/2018).

Menurut Ronny, upaya mengurangi impor BBM dengan substitusi BBM berupa B20 harus dilakukan secara matang, bukan sekedar kebijakan reaktif.
Jadi harus berorientasi jangka panjang untuk menyeimbangkan neraca dagang RI saat ini. "Bahkan harus diikuti dengan langkah strategis untuk menggenjot ekspor," tegasnya.

Mengenai siapa saja yang harus menggunakan B20 ini, Ronny berpendapat pemerintah tidak bisa mewajibkannya. Karena keputusan penggunaannya tetap menjadi hak para konsumen itu sendiri.

Yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan mengurangi supply BBM jenis awal dan menambah supply B20.
"Lalu melakukan campaign dan sosialisasi yang etis, dengan pesan utama untuk memperbaiki kondisi perekonomian nasional alias nasionalisme ekonomi," pungkas dia.

 

 

 


Sumber Liputan6.com





Berita Terkait

Tulis Komentar