Idrus Disebut Dijerat Pasal Karet

  • Sabtu, 01 September 2018 - 11:28:53 WIB | Di Baca : 1217 Kali


 

SeRiau - Pengacara senior Maqdir Ismaik menilai, pasal yang digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjerat eks Menteri Sosial Idrus Marham adalah pasal karet. Idrus diketahui dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. 

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncta Pasal 55 ayat (1) kel KUHP atau Pasal 56 ke-2 KUHPJuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Sampai sekarang saya belum tahu Pak Idrus dianggap tersangkut sejak kapan. Pasal itu, hanya bisa digunakan ke penyelenggara negara. Proyek ini sejak kapan ya, atau 2015. Beliau jadi penyelenggara negara kalau saya tidak keliru Maret atau April atau Februari 2018. Harusnya dilihat itu," beber Maqdir dalam diskusi 'Setelah Idrus Marham Ditahan' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 1 April 2018.

Dalam Pasal 11 UU Tipikor berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya”.

Sementara Pasal 12 UU Tipikor berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

a.    pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

b.    pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

Maqdir menjelaskan, mestinya tidak ada kententuan dari Undang-undang yang bisa menjerat secara pribadi, bila Idrus disangkakan lantaran sebagai sekjen partai. "Kalau kita kembali ke belakang, baca keterangan KPK dan Idrus, ini lebih berpangkal pada adanya janji untuk memberikan hadiah kepada Eni atau melalui Eni dengan proyek di Riau," jelasnya.

Sedangkan, kata dia, yang jadi masalah ialah soal pidana hukum korupsi yang disangkakan ke Idrus yakni Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Tipikor karena hadiah yang dilarang atau janji. Karena, menurutnya, segala janji ke penyelenggara negara dalam pikiran bisa dikenakan pasal tersebut.

"Pasal karet ini begitu banyak digunakan untuk menjerat penyelenggara negara. Pihak KPK sejak perkara Irman Yusman atau presiden PKS kan ditarik ke arah itu trading influence. Kalau Idrus apa masuk ke trading influence atau memang ada janji-janji yang sudah diberikan lebih dulu kepada beliau atau ke Ibu Eni karena yang disangkakan Pasal 56 juga adalah orang yang memberikan bantuan," tandasnya.

KPK menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka. Idrus ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan proyek PLTU Riau-I.

Idrus bersama dengan tersangka Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih (EMS) diduga telah menerima hadiah dari bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK), terkait kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau-I.

Idrus dijanjikan akan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni yakni sebesar USD1,5 juta jika PPA Proyek PLTU Riau-I berhasil dllaksanakan oleh Johannes dan kawan-kawan.

Eks Sekjen Partai Golkar itu juga diduga mengetahui dan memiliki andil atas jatah atau fee yang diterima Eni. Pemberian itu terjadi pada November-Desember 2017 dengan nilai Rp4 miliar dan kedua pada Maret dan Juni 2018 sekitar Rp2,25 Miliar.

Tak hanya itu, dari proses penyidikan Idrus disinyalir mendorong agar proses penandatangan Purchase Power Agreement (PPM) atau jual beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-I.

Atas perbuatannya, Idrus disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncta Pasal 55 ayat (1) kel KUHP atau Pasal 56 ke-2 KUHPJuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

KPK baru menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Ketiga tersangka itu antara lain, Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih, bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo, dan teranyar Idrus Marham.

 

 

 

 

Sumber metrotvnews





Berita Terkait

Tulis Komentar