Densus 88 Tangkap Pasutri PNS Diduga Teroris di Palangka Raya

  • Senin, 13 Agustus 2018 - 23:35:38 WIB | Di Baca : 1423 Kali

 


SeRiau - Tim gabungan Densus 88 Anti-teror Polri bersama Brimob Polda Kalimantan Tengah menangkap pasangan suami istri (pasutri) diduga terkait jaringan teroris. Pasutri yang berprofesi pegawai negeri sipil (PNS) itu diamankan pada Senin (13/8/2018) pagi.

Kabid Humas Polda Kalteng AKBP Hendra Rochmawan membenarkan penangkapan tersebut. "Benar, ada pasangan suami istri yang kami amankan," ucap Hendra saat dikonfirmasi.


Menurut Hendra, terduga teroris pertama yang diamankan berinisial L. Pria 45 tahun itu ditangkap di kediamannya di Jalan Betutu, Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Dari penangkapan itu, petugas juga menyita beberapa barang bukti seperti busur panah, bahan perakit bom, samurai, dan buku jihad. L sendiri diketahui merupakan PNS di Kemenkumham Kalteng dan bertugas di Rutan Klas II Palangka Raya.

Ketika diamankan, L sedang bersama istrinya berinial AS. Wanita berusia 40 tahun itu merupakan seorang guru dan berstatus sebagai PNS di Pemerintahan Kota Palangka Raya.

Namun Hendra belum bisa memerinci penangkapan terduga teroris tersebut. Dia mengatakan, tersebut akan dirilis oleh Kapolda Kalteng Irjen Anang Revandoko.

"Nanti Pak Kapolda yang akan menyampaikan," Hendra menandaskan.
 

Penangkapan Teroris Jelang Asian Games

Polri telah menangkap 283 terduga teroris pascabom bunuh diri di Surabaya pada Mei 2018 lalu. Penangkapan tersebut juga gencar dilakukan dalam rangka mengamankan perhelatan Asian Games 2018.

"Kita sudah melakukan penangkapan, laporan terakhir ke saya tadi malam 283 yang ditangkap pasca-bom Surabaya," ujar Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian di PTIK, Jakarta Selatan, Selasa 7 Agustus 2018.

Tingginya intensitas penangkapan terduga teroris ini juga didukung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme yang baru saja disahkan. Ditambah lagi adanya putusan pengadilan yang menyatakan Jamaah Anshor Daulah (JAD) sebagai korporasi terlarang.

"Artinya siapapun juga yang berhubungan membantu, menjadi anggota (JAD) dapat dipidana. Yang dulu di UU lama tidak, harus ada bukti dulu, senjatanya, perencanaannya, harus ada aksinya, terlambat kita. Nah, UU memberikan peluang baru dan kita akan bekerja terus," kata Tito.

 

 


Sumber Liputan6.com





Berita Terkait

Tulis Komentar