Wanita Muslim Pertama di Ajang Pemilihan Kongres AS

  • Jumat, 03 Agustus 2018 - 13:49:13 WIB | Di Baca : 1327 Kali

 

SeRiau - Ada pemandangan yang tidak biasa ketika seorang perempuan berhijab merah muda berdiri di persimpangan jalan Massachusetts, melambaikan tangan ke arah kendaraan yang melaju dan meminta pejalan kaki memberi suara mereka agar dia bisa terpilih menjadi anggota Kongres AS. 

"Hey, apa kabar? Senang bertemu dengan anda!" teriak Tahirah Amatul-Wadud ke arah seorang pejalan kaki. 

Sejumlah kendaraan membunyikan klakson, beberapa lainnya membuka kaca jendela dan menyapa Tahirah. Banyak kendaraan lain yang terus melaju karena tidak menyadari aksi Tahirah itu. 

Amatul-Wadud adalah seorang pengacara yang memiliki tujuh anak, pegiat masyarakat dan seorang Muslim yang setiap hari bangun pagi untuk salat subuh, melakukan salat lima waktu dan berpuasa di bulan Ramadan. 

Di usia 44 tahun dia menghadapi rintangan terbesar di hidupnya: meminta mayoritas warga berkulit putih beragama Katholik di daerah pemilihannya agar menjadikan dia sebagai perempuan muslim pertama di Kongres Amerika Serikat. 

Amatul-Wadud mengatakan dia ingin dipilih karena kebijakan yang dianutnya bukan karena agama. Kebijakan itu adalah perwakilan rakyat yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup di Massachusetss barat. 

Wilayah ini dilanda angka pengangguran yang lebih tinggi dari rata-rata tingkat pengangguran. Sebagian warganya pun memiliki dua pekerjaan agar bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka.

"Saya tidak sering membicarakan agama karena saya tidak berniat memimpin atau melayani warga dari pandangan satu agama tertentu," ujarnya kepada kantor berita AFP. 

Dia mengatakan pandangan politiknya sekular, namun agama yang dianut adalah "tempat saya menemukan kekuatan diri."

Amatul-Wadud yang tampak tidak pernah terlihat lelah dan dipersenjatai dengan senyum hangat dan cara pikir seorang pengacara adalah bagian dari kelompok perempuan progresif di partai Demokrat yang tahun ini mencalonkan diri. 

Aksi mereka ini sebagian dimotivasi oleh penolakan mereka terhadap Presiden Donald Trump.

Dia adalah satu dari lima kandidat yang ingin menjadi perempuan muslim pertama yang menjadi anggota Kongres dalam pemilu sela pada November mendatang. Langkah ini terjadi 12 tahun setelah Keith Ellison menjadi Muslim pertama yang menjadi anggota DPR AS. 

Jika Amatul-Wadud sukses, dia juga akan menjadi perempuan pertama, warga keturunan Afrika pertama dari daerah pemilihannya. 

'Harapan Menang Ada'

Lawan Amatul-Wadud di ajang pencalonan dari partai Demokrat pada 4 September mendatang adalah Richard Neal, yang sudah menjadi anggota Kongres sejak 1989. 

Amatul-Wadud baru berhasil mengumpulkan dana US$72 ribu sementara Neal berhasil mendapatkan dana sebesar US$3 juta. 

Richard Neal adalah Wali Kota Springfield ketika Tahirah pindah ke kota itu di usia 9 tahun. 

Kini dia mengincar pekerjaan Neal dengan mendukung kebijakan-kebijakan preogresif seperti layanan asuransi kesehatan untuk semua warga, pendidikan terjangkau dan akses lebih luas untuk mendapatkan jaringan internet berkecepatan tinggi. Dia juga menghindari pendanaan dari perusahaan dan pihak yang memiliki kepentingan khusus. 

Tim kampanye Amatul-Wadud diklaim terdiri atas 300 relawan dan mereka membangun sistem kampanye akar rumput dengan mengunjungi satu rumah ke rumah lain guna mendengarkan permasalahan warga. 

Jika dia berhasil mengalahkan Neal, dia akan mengulangi keberhasilan politikus pemula berusia 28 tahun bernama Alexandria Ocasio-Cortez, yang mengalahkan politikus kawakan dari partai Demokrat. Alexandria mempergunakan strategi progresif serupa. 

Kemenangan Ocasio-Cortez membuat timnya bersemangat dan jumlah sumbangan dana pun bertambah. 

"Sangat luar biasa. Jika dia bisa menang, harapan menang pun ada, di sini di kampung halaman kami," kata Amatul-Wadud.

Berpakaian bunga-bunga dengan celana hitam dan sepatu berhak, Amatul-Wadud bergerak di udarah yang panas, beramah-tamah dengan warga dan mencoba mendapatkan dukungan di satu piknik yang diadakan di Gereja setempat. 

Sejumlah peserta piknik tampak terheran-heran melihat Amatul-Wadud. 

"Beberapa kali memang saya melihat warga terheran-heran karena saya memiliki pandangan ini," ujarnya. "Tetapi apakah saya pernah mengalami rasisme langsung? Tidak pernah dan saya berterima kasih."

Meski di AS sikap SARA meningkat, rasisme dan Islamophobia yang dialami Amatul-Wadud hanya terjadi di dunia maya. Dia pun terpaksa meminta puterinya menghapus "komentar-komentar jahat" yang membuat orang takut. 

Meski dia memutuskan untuk mencalonkan diri terutama karena rasa tidak puas terhadap status quo di kotanya, dia mengaku pemilihan Trump "mengubah semua". 

"Sejumlah kebijakan, dan juga sikapnya, membuat warga khawatir...Teman, tetangga dan klien mengatakan bahwa mereka merasa ada beban yang dipikul setiap hari," katanya. "Masa depan mereka gelap."

Amatul-Wadud mengatakan "sangat" yakin akan memenangkan pertarungan David-Goliath melawan Neal. 

Jika kalah pun "Saya tidak akan kemana-mana," ujarnya. 

 

 

Sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar