Doel Si 'Jawara' Betawi Era Modern Ternyata dari Sumatera

  • Sabtu, 28 Juli 2018 - 09:40:04 WIB | Di Baca : 1658 Kali


 

SeRiau - Selama lintas generasi, kisah legendaris dari Betawi selalu identik dengan Pitung, si anak Betawi yang jago silat dan membela kaumnya. Tapi, di abad ke-20, ada Doel yang menjadi ikon Betawi di era modern.

Cerita Doel bermula dari sebuah novel karangan Aman Datuk Madjoindo pada 1932. Penulis asal Solok, Sumatera Barat itu menulis sebuah novel yang menjadi hit berdekade-dekade setelah terbit, Si Doel Anak Betawi (1932).

Menurut Ensiklopedia Sastra Indonesia milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, novel Si Doel Anak Betawi terbit pertama kali pada 1932 oleh Balai Pustaka. 


Cerita itu telah dicetak hingga lebih dari 26 kali, terakhir kali pada 2006 masih diterbitkan oleh Balai Pustaka. Namun ada perubahan nama dari 'Betawi' menjadi 'Djakarta' sejak cetakan kedua.

Aman membuat novel itu dengan sembilan bab di dalamnya, dengan latar perjalanan hidup seorang anak Betawi di masa sebelum Perang Dunia II. Abdoel Hamid, dipanggil Doel, adalah nama anak itu.

Doel dengan kenakalannya adalah anak tunggal dari seorang ibu rumah tangga bernama Amne, dan ayahnya yang bekerja sebagai supir kendaraan umum Jakarta-Bogor.

Suatu kali, ayah Doel meninggal dunia karea mobilnya menabrak pohon asam. Ketiadaan tulang punggung keluarga membuat cita-cita Doel bersekolah kandas karena ia harus membantu ibunya demi kelanjutan hidup mereka.

Kisah Doel ini tak bisa lepas dari pemikiran sang penciptanya, Aman Datuk Madjoindo. Aman memang terkenal dengan minatnya akan kisah anak-anak. Sejak bersekolah di Inlandsche School, ia sudah bercita-cita menjadi pengarang, redaktur, dan penerjemah. 

Pria Melayu kelahiran 5 Maret 1896 itu pun bersekolah dengan giat dan cita-citanya terwujud. Ia diterima Balai Pustaka sebagai redaktur dan menerjemahkan karya sastra Belanda ke bahasa Melayu.

Namun pada 1927, penyakit paru-paru memaksanya untuk berobat di Sanatorium Cisarua Bogor. Momen beristirahat di tengah udara pegunungan Bogor yang sejuk ternyata mendatangkan inspirasi bagi Aman.

"Keluar dari Sanatorium Cisarua, Aman mempunyai keinginan untuk mengarang cerita tentang anak-anak Betawi asli yang tidak mau bersekolah dan hanya mengaji sehingga ketinggalan dari teman-temannya yang datang dari luar Betawi," kata Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada profil Aman.

Keinginan Aman lalu terwujud dalam novel Si Doel Anak Betawi. Novel itu pun disebutkan amat terkenal di eranya terbit pertama kali pada 1932. Aman sengaja menggunakan dialek Betawi yang merupakan penduduk asli Jakarta dengan maksud khusus.

"Karya Aman itu sangat terkenal walaupun ditulisnya hanya dalam waktu dua sampai tiga bulan saja," kata Badan Bahasa.

"Dalam pendahuluan buku itu disebutkan alasan pengarang menggunakan dialek Jakarta. Alasannya adalah agar orang di luar Jakarta dapat mengetahui bagaimana dialek Jakarta itu," lanjut Badan Bahasa.

Keinginan Aman yang meninggal pada 5 September 1969 itu ternyata menjadi inspirasi bagi sutradara terkenal pada dekade '70-an, Sjuman Djaja. Ayah musisi Wong Aksan ini membuat film Si Doel Anak Betawi pada 1972. Kisahnya pun tak jauh berbeda dari versi novel.

Dalam momen inilah, Rano Karno yang merupakan putra aktor kondang Soekarno M Noer didaulat menjadi Doel dan dipertemukan dengan pemeran Babeh, Benyamin Sueb.

Kisah Doel terus bertransformasi hingga Rano Karno, kala sudah dewasa, membuatnya menjadi serial televisi dan mendulang kesuksesan besar. 

Saat itulah, Doel, melalui serial Si Doel Anak Sekolahan, menjadi sebuah bentuk kenangan baru di benak masyarakat Jakarta dan Indonesia.

"Selama 17 tahun cerita sinetron Si Doel Anak Sekolahan ada dalam kepala saya," kata Rano saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu, mengenang awal mula terjadinya serial tersebut.

Serial itu mengisahkan Kasdoellah (Rano Karno), anak pria Betawi, Sabeni (Benyamin Sueb) yang menjadi sarjana teknik. Sabeni menginginkan Doel, putra sulungnya, menempuh pendidikan tinggi hingga sarjana dan mendobrak stigma bahwa putra Betawi hanya mampu mengaji serta malas-malasan.

Budayawan Betawi JJ Rizal pun menyadari kesuksesan serial tersebut, dan kisah Doel, mampu menggeser pemahaman masyarakat umum soal orang Betawi.

"Pengaruh kisah Si Doel yang penting dicatat adalah ketika hadir telah memberi perspektif baru atas stereotipe bahwa orang Betawi itu identik dengan jagoan main otot saja," kata Rizal saat berkorespondensi dengan CNNIndonesia.com.

Walau kini kisah Doel lebih banyak tentang hubungan asmaranya dengan dua wanita, toh capaian karakter tersebut menjadi sosok yang berhasil dari segi pendidikan mampu menjadi 'jawara' baru bagi masyarakat Betawi.

Doel, dengan segala transformasi cerita dan karakternya, dinilai sebagai sebuah legenda Betawi di era modern. CNNIndonesia.com pun mencoba mengulas riwayat hidup Doel dalam edisi fokus kali ini, yang sampai kapan pun masih menjadi anak Betawi. 

 

 

 

Sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar