Fakta di Balik Lumpuhnya Siswi SMA di Mojokerto Usai Squat Jump 90 Kali

  • Ahad, 22 Juli 2018 - 01:38:40 WIB | Di Baca : 1607 Kali

SeRiau - Kepala sekolah SMAN 1 Gondang Mojokerto, Nurul Wakhidah mengaku kecolongan dengan adanya kegiatan ekstrakulikuler (ekskul) yang dilakukan Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) siswa-siswi SMAN 1 Gondang.

"Kegiatan itu dilakukan di luar sepengatahuan pihak sekolah. Sehingga tidak ada pembina maupun guru yang melakukan pengawasan," tuturnya, Sabtu (21/7/2018).

Dia mengklaim bahwa kegiatan ekskul UKKI yang diikuti Hanum dan teman-temannya di luar kegiatan yang sudah terjadwal. Menurutnya, kegiatan itu digelar atas inisiatif siswa sendiri tanpa sepengatahuan sekolah.

"Anak-anak juga tidak izin sama pembinanya. Baik Pembina UKKI maupun pembina OSIS," katanya.

Nurul mengatakan, kegiatan itu juga dilakukan saat masa libur sekolah pada Jumat, 13 Juli 2018. Dia mengatakan, saat itu siswa menggelar latihan untuk persiapan latihan sebelum masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS). Sehingga pada saat MPLS bisa mengenalkan seluruh ekskul sekolah kepada peserta didik baru, termasuk UKKI.

"Tapi posisinya masih libur sekolah. Sehingga kita semua tidak tahu kalau anak-anak melaksanakan kegiatan seperti itu," katanya.

Kegiatan tersebut diikuti oleh puluhan siswa dari kelas XI hingga XII dan digelar di SMAN 1 Gondang, Mojokerto. Nurul tidak membantah jika memang ada kesepakatan pemberian sanksi apabila ada salah satu anggota yang terlambat. Namun, kata dia, sanksi tersebut berupa menghafal surat-surat pendek Alquran.

Akan tetapi, aku Nurul, saat itu ada kesepakatan tersendiri dari anggota kelas XI yang menerapkan hukuman fisik. "Waktu itu seniornya menyampaikan hukumannya hafalan Alquran. Tapi anggotanya yang lain tidak mau dan minta squat jump," katanya. Akhirnya kesepakatan tersebut diterapkan kepada anggotanya yang terlambat.

Menurut Nurul, ada sejumlah siswa yang datang tidak tepat waktu. Salah satunya adalah Mas Hanum Dwi Aprilia (17) siswi kelas XI IPS 2. Dari informasi yang diterimanya, hukuman tersebut berupa 60 kali squat jump. Akan tetapi, pada saat itu Hanum juga menanggung beban hukuman temannya kurang lebih 30 kali. "Jadi, kurang lebih Hanum menuntaskan 90 kali," ucapnya.

Dirinya mengaku cukup menyayangkan tindakan hukuman fisik yang dilakukan oleh anak didiknya. Oleh karena itu, dalam waktu dekat pihaknya bakal melakukan bimbingan dan pembinaan kepada pembina maupun anggota ekskul yang ada di SMAN 1 Gondang, Mojokerto.

Upaya itu dilakukan untuk menghindari tidak terulangnya kejadian yang menimpa Hanum. "Kami ikut prihatin, tentu kejadian ini tidak kita inginkan," ujarnya.

Dia menambahkan, pihak sekolah akan bertanggung jawab membantu biaya perawatan siswi asal Krian, Kabupaten Sidoarjo itu. "Meski di luar sepengatahuan kita, bagaimana pun kegiatannya di sekolah. Insya Allah kami akan membantu perawatan Hanum sampai sembuh," ucapnya.

Rangkaian Penanganan Hanum

Mas Hanum Dwi Aprilia, 17, siswi SMAN 1 Gondang, Kabupaten Mojokerto, mengalami gangguan fungsi gerak pada kedua kakinya diduga usai menjalani hukuman ekskul. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Mas Hanum Dwi Aprilia, siswi SMAN 1 Gondang Mojokerto, yang diduga mengalami kelumpuhan akibat hukuman squat jump sudah dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Prof dr Soekandar Mojosari, Kabupaten Mojokerto, setelah sebelumnya dua hari mendapat penanganan di pengobatan alternatif Sangkal Putung.

Hal ini karena hingga kemarin belum ada perkembangan berarti pada kondisi Hanum setelah diduga mengalami gagguan fungsi gerak di kedua kakinya. Dengan diantar anggota keluarga dan pengasuh Pondok Pesantren Al Ghois, Hanum tiba menggunakan ambulans dari Puskesmas Gondang sekitar pukul 10.00 WIB.

Pelajar asal Krian, Sidoarjo ini langsung menjalani pemeriksaan awal di Instalasi Gawat Darurat (IGD). "Kita rujuk ke rumah sakit untuk melihat riwayat kesehatan pasien," katanya dr Nunun Agung, Kepala Puskesmas Gondang, Sabtu (21/7/2018).

Sementara itu, Kasi Keperawatan RSUD Prof dr Soekandar, Rini Ekawati menjelaskan, petugas telah melakukan sejumlah pemeriksaan dan tindakan medis kepada Hanum. Untuk mengetahui penyebab pastinya, dokter telah melakukan pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium. "Kita juga sudah konsulkan ke dokter spesialis syaraf," tuturnya.

Dia menyebutkan, santri Pondok Pesantren Al Ghoits, Desa/Kecamatan Gondang, telah difoto rontgent pada empat bagian tubuhnya yang dicurigai mengalami cedera. Antara lain foto thorax atau tulang dada, kemudian femur atau paha, lumbosakral atau tulang belakang, serta pelvis atau tulang pinggul.

"Untuk lebih lanjutnya masih kita lakukan observasi," katanya.

Rini mengatakan, berdasarkan pemeriksaan klinis kondisi pasien masih dalam batas normal. Hanya saja, kedua kaki pasien masih merasa kesulitan untuk bergerak. "Kedua kaki pasien masih lemas, belum kuat untuk digerakkan," ucapnya.

Kini, siswi kelas XI IPS 2 SMAN 1 Gondang harus menjalani rawat inap di ruang Padjajaran. Untuk tindakan selanjutnya menunggu hasil pemeriksaan dari dokter spesialis syaraf. "Jika diperlukan, Hanum juga harus menjalani pemeriksaan CT Scan. Sehingga harus dilakukan rujukan ke RSUD dr Soetomo Surabaya," ujarnya.

Sedangkan Sugiono, ayah Hanum mengatakan, dirinya cukup terpukul dengan kondisi yang dialami putrinya. Dia juga menyayangkan adanya sanksi berupa hukuman fisik yang dialami anaknya sepekan yang lalu di sekolah.

Hanya karena datang terlambat saat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler (ekskul), Hanum harus menanggung sekitar 90 kali squat jump oleh teman ekskulnya sendiri. Perlakuan itu yang diduga berakibat anaknya mengalami cedera dan berujung tidak bisa berjalan.

"Harus dihilangkan hukuman seperti itu (squat jump). Apalagi kegiatan eksktranya bidang keagamaan, kenapa ada hukuman fisik," tuturnya.

Seharusnya, kata Sugiono, sanksi yang dilakukan yang relevan dengan sesuai ekskul Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI). "Pantasnya untuk keagaamaan ya baca surat pendek (Alquran) atau yang sesuai dengan kejurusannya. Bukan seperti itu (squat jump)," katanya.

Untuk kebutuhan biaya perawatan, putrinya sudah memiliki kartu JKN-KIS BPJS Kesehatan kelas III. Meski demikian, Sugiono tetap meminta pertanggungjawaban dari pihak sekolah. "Setidaknya itu dilakukan dengan turut memantau perkembangan anaknya hingga membaik," ujarnya. (**H)


Sumber: Liputan6.com





Berita Terkait

Tulis Komentar