Utang Merpati Tembus Rp 10,7 Triliun

  • Jumat, 20 Juli 2018 - 11:11:53 WIB | Di Baca : 1364 Kali

 

SeRiau-  Penyehatan maskapai PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) terus diupayakan hingga saat ini. Maskapai pelat merah ini sendiri berhenti operasi sejak tahun 2014.

Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Henry Sihotang mengatakan, Merpati tak beroperasi karena masalah keuangan. Utang yang ditanggung mencapai Rp 10,7 triliun sementara asetnya hanya Rp 1,2 triliun dan ekuitasnya minus Rp 9 triliun.

"Jadi gini, kalau mengenai Merpati ini dengan permasalahan terakumulasi sudah lama sekali belasan tahun lalu. Sampai saat ini utangnya sudah besar sekali, utangnya sekarang mencapai Rp 10,7 triliun, karena sudah stop operasi 2014," kata dia kepada detikFinance, Jakarta, Kamis (18/7/2018).


Utang itu, kata dia, berasal dari ribuan kreditur. Besarnya utang juga disebabkan oleh bunga dan denda.

"Utang Rp 10,7 triliun ada ke pemerintah, beberapa BUMN termasuk Pertamina, ada swasta, ada swasta kecil-kecil. Totalnya itu Rp 10,7 triliun itu termasuk tunggakan bunga dan denda," jelasnya.

Saat ini, Merpati tengah dalam proses PKPU. Sidang yang rencananya digelar pada 20 Juli 2018 ini mundur 45 hari atau kata Henry sekitar tanggal 4 September.

Sesuai ketentuan, untuk PKPU, manajemen mesti membuat proposal perdamaian dengan para kreditur, di mana manajemen memberikan jalan keluar terkait dengan penyelesaiannya tanggung jawabannya.

"Kalau melihat Merpati sendiri, nggak punya dana, permasalahan semua nggak punya apa-apa, untuk membuat proposal perdamaian dengan kreditur bagaimana menyelesaikan kewajiban dengan mereka kan sulit. Nggak mungkinlah. Kecuali ada suntikan dari pemegang saham. Tapi itu kan rasanya nggak perlu lagi suntikan, berapa kali disuntik negara gagal terus," jelasnya.

 

"Kita mengarahkan kepada mencari investor menjadi mitra untuk menghidupkan ini," sambungnya.

Menurut Henry, saat ini ada satu investor yang berminat untuk menanamkan modalnya di Merpati. Pihaknya terus berdiskusi dengan investor terkait dana yang akan diberikan hingga rencana bisnis yang nantinya akan dituangkan dalam proposal perdamaian. 

"Kalau membuat proposal akan diajukan ke pengadilan kan, homologasi kalau kreditur sepakat yang diusulkan manajemen cara penyelesaiannya, maka bisa lah ada homologasi. Tapi kalau proposalnya kurang menarik, kalau ditolak sesuai Undang-undang, kalau PKPU ditolak kreditur demi hukum pailit," tutupnya. 

(Sumber : Detiknews.com)





Berita Terkait

Tulis Komentar