Kapolri Sebut Tiga Ancaman Saat Asian Games

  • Kamis, 19 Juli 2018 - 23:57:31 WIB | Di Baca : 1128 Kali

SeRiau - Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menyatakan ada tiga ancaman dalam kegiatan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang. Hal itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/7).

Tito mengatakan ketiga ancaman tersebut adalah terorisme, kejahatan jalanan, dan kemacetan lalu lintas.

"Mengahadapi Asian Games ini memang ancaman utama yang paling kami utamakan adalah terorisme. Kedua adalah masalah kejahatan jalanan, dan ketiga adalah kemacetan lalu lintas," ujar Tito.

Terkait terorisme, Tito telah menginstruksikan Densus 88 Antiteror dan Satgas Antiteror di setiap Polda untuk terus melanjutkan penindakan terhadap pelaku teror pascaaksi teror bom di Surabaya hingga penyelenggaraan Asian Games.

Tito juga telah menginstruksikan jajarannya untuk memperketat penjagaan di seluruh arena Asian Games. 

Ada empat Polda di empat wilayah yang menggelar pertandingan Asian Games yang memberlakukan atensi khusus, yakni Polda Metro Jaya, Polda Jabar, Polda Banten, dan Polda Sumatera Selatan.

Peningkatan pengawasan itu dilakukan dengan menempatkan personel di setiap arena olahraga. Pihaknya juga membangun pusat komando, memperbanyak CCTV untuk melakukan pengawasan, hingga melakukan operasi cipta kondisi.

"Empat polda ini sudah memiliki konsep operasi yang juga melibatkan stakeholder lain termasuk TNI dan pemerintah setempat," ujarnya.

Terkait dengan kejahatan jalanan, Tito menegaskan sudah menginstruksikan anggotanya untuk melakukan tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan jalanan. Tindakan tegas itu, kata dia, terutama dilakukan terhadap pelaku yang membawa senjata tajam dan senjata api.

"Kami berikan tindakan tegas untuk berikan efek jera kepada mereka," ujar Tito.

Sementara itu, Tito menyampaikan pihaknya masih berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengatasi kemacetan lalu lintas selama Asian Games, terutama di Jakarta. 

Salah satu usulan Polri untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, yaitu dengan cara meliburkan pelajar selama Asian Games. Namun, usulan itu masih dipertimbangkan karena dikhawatirkan mengurangi kualitas pendidikan pelajar di Jakarta.

Usulan lain yang ditawarkan Polri, kata Tito, yakni memberlakukan sistem kendaraan ganjil-genap di ruas yang mengarah ke seluruh arena Asian Games di Jakarta dan membatasi kendaraan besar.

Sama halnya dengan meliburkan pelajar, Tito mengatakan usulan tersebut masih dalam pembahasan bersama. Namun, ia menegaskan pihaknya menaruh target seluruh atlet tiba di arena pertandingan dari wisma atlet paling lama 30 menit.

"Karena kalau lebih 30 menit, atlet akan lelah dan capek, sehingga mengganggu prestasi lalu komplain kepada kami," ujar Tito.

Bantah Ada Sniper

Di tempat berbeda, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Mohammad Iqbal menyatakan pihaknya tidak berencana menempatkan penembak jitu atau sniper di lokasi penyelenggaraan Asian Games. Penembak jitu hanya ditempatkan jika ada kejadian luar biasa.

"Enggak ada itu. Kalau ada sniper berarti situasinya sudah gawat," ucap Iqbal usai menghadiri diskusi di Hotel Amaroosa, Jakarta.

Iqbal mengatakan kepolisian akan menempatkan personel di sejumlah lokasi pertandingan Asian Games. Begitu pula di wisma-wisma penginapan para atlet dari berbagai negara. 

Akan tetapi, kata Iqbal, pengamanan tersebut tidak akan menjadi perhatian publik. "Kalau berlebihan dampaknya tidak bagus juga," ujarnya.

Terkait aspek keamanan, lanjut Iqbal, kepolisian juga akan meningkatkan operasi seperti razia penjualan minuman keras. Selain itu, kepolisian akan meningkatkan razia begal, jambret, di daerah-daerah yang menjadi lokasi penyelenggaraan Asian Games.

"Agar Jakarta, Palembang, Banten, Jawa Barat dalam keadaan aman ya," katanya.

Mengenai razia begal, Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis telah menginstruksikan jajarannya untuk menembak mati. Namun Iqbal membantah. 

"Tidak ada kebijakan. Tolong dicatat," tegasnya.

Iqbal mengatakan tembak mati hanya dapat dilakukan jika personel kepolisian berada dalam kondisi terdesak atau terancam. 

Menurutnya, hal itu dibolehkan sebagai diskresi kepolisian. Dia mengklaim kepolisian di berbagai negara pun menerapkan hal tersebut.

Jika selama ini ada begal yang ditembak mati, Iqbal menilai hal itu sebagai tindakan tegas dan terukur.

"Karena terdesak dan terancam. Kalau sudah menyerah dan tidak berdaya itu tidak boleh. Itu menyalahi kode etik," ujar Iqbal. (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar