Cara Baru Gugat Ambang Batas Capres Dalam UU Pemilu di MK

  • Rabu, 18 Juli 2018 - 13:46:20 WIB | Di Baca : 1157 Kali

SeRiau - Sidang uji materi Pasal 222 Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait ambang batas pencalonan presiden, menjalani perbaikan permohonan kedua. Dijelaskan salah satu penggugat, Direktur Perludem Titi Anggraini, batu uji terbaru diajukan adalah pasal 6a ayat 3 dan 4 UUD 1945.

"Kami menyampaikan tindak lanjut masukan perbaikan permohonan disampaikan Majelis Hakim MK 3 Juli 2018. Kami memperkuat dalil argumentasi berdasar batu uji konstitusionalitas yang sejalan paling baru, yaitu pasal 6A ayat 3 dan 4 UUD 1945," kata Titi di Gedung MK,Jakarta Pusat, Rabu (18/7).

Menurut Titi, sampai saat ini, MK belum pernah memutus uji ambang batas pencalonan presiden menggunakan pasal tersebut. Karenanya, menurut pemohon, argumentasi hukum baru itu bisa digunakan sebagai perbaikan.

"Kami yakin kalau MK memaknai ini, maka yang dikehendaki pembuat undang-undang bukanlah pemilihan presiden dengan pilihan yang sedikit, karenanya diciptakanlah dua putaran, sehingga keragaman politik bisa diwadahi," jelas Titi.

Diketahui, sebelumnya pasal 222 dalam UU Pemilu pernah digugat oleh sejumlah partai di antaranya PSI dan Partai Idaman. Namun MK menolak gugatan tersebut. Kini para penggugat menggunakan dalil lain yang diyakini mampu membatalkan pasal ambang batas presiden tersebut.

Titi menjelaskan, penggunaan ambang batas pemilihan presiden di dalam pasal 222 UU No.7 tahun 2017 saat ini berpotensi melahirkan sedikit pilihan kandidat. Karenanya, dalam argumen pemohon, beleid tersebut bertentangan dengan keragaman pilihan calon yang diwadahi sistem pemilihan presiden dua putaran.

"UUD kita sebenarnya mewadahi capres cawapres melalui mekanisme ambang batas alamiah, 50 persen + 1, kalau tidak dapat, maka akan masuk ke putaran dua. Capres dan Cawapres terpilih juga harus punya suara yang menyebar di paling sedikit 50 persen provinsi, dengan jumlah suara sekurangnya 20 persen," jelas Titi lagi.

Sebagai informasi, belasan pemohon uji materi ini terdiri dari 12 orang. Mereka adalah Busyro Muqoddas, Chatib Basri, Faisal Basri, Hadar Nafiz Gumay, Bambang Widjojanto, Rocky Gerung, Robertus Robet, Feri Amsari, Angga Dwimas, Dahnil Anzar, Titi Anggraini, dan Hasan Yahya.

Januari 2018 lalu, MK menolak uji materi pasal 222 tentang ambang batas pencalonan presidedn. Dalam pasal itu, diatur parpol atau gabungan parpol harus memenuhi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk ajukan capres dan cawapres di Pemilu.

MK dalam pertimbangannya menilai, presidential threshold relevan untuk memperkuat sistem presidensial. Dengan presidential threshold, Presiden yang terpilih nantinya bisa memiliki kekuatan di parlemen.

MK juga menilai Pasal 222 tidak kedaluwarsa karena merupakan UU baru yang disahkan pemerintah dan DPR pada 2017 lalu, bukan UU lama yang digunakan untuk menggelar Pilpres 2014. MK juga menilai Pasal 222 tidak bersifat diskriminatif. (**H)


Sumber: Merdeka.com





Berita Terkait

Tulis Komentar