Berbeda dari Gugatan Lain, PKPRI Ajukan Ambang Batas Menjadi 30 Persen

  • Sabtu, 14 Juli 2018 - 03:15:39 WIB | Di Baca : 1233 Kali

SeRiau - Dewan Pimpinan Nasional Partai Komite Pemerintahan Rakyat Independen (DPN PKPRI) mengajukan permohonan uji materil atas UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Pasal yang dimaksud adalah Pasal 222 dan Pasal 226 Angka 1.

Ketua Umum PKPRI, Sri Sudarjo mengatakan seharusnya frasa yang diubah dan dinyatakan tidak mengikat Pasal 222.

Bunyi pasal tersebut setelah diubah menjadi:

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 27 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 30 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya dan/atau 30 suara pemilih yang tidak memilih partai-partai lainnya karena setiap suara yang masuk dalam DPT adalah suara sah secara nasional.

"Mengapa harus dirubah persentasinya? Karena data memilih untuk tidak memilih jauh lebih besar jumlahnya dari Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya, seperti yang dirilis KPU sejumlah 30,42 persen," sebutnya.

Sedangkan di Pasal 226 Angka 1, Sudardjo melanjutkan, seharusnya frasa pasal tersebut diubah dan dinyatakan tidak mengikat Pasal 226 angka 1.

"Jadi bunyinya: Bakal pasangan calon didaftarkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan/atau Partai Komite Pemerintahan Rakyat Independen ke KPU dan pasangan calon yang suaranya lebih banyak ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang secara demokratis," tambahnya

Hal ini kemudian berbeda dengan sejumlah kelompok masyarakat melakukan gugatan ke MK lantaran mereka mengajukan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 0 persen.

Anggota DPR RI Effendi Simbolon mengatakan Presidential threshold 20-25 persen partai politik atau gabungan partai politik guna mengajukan pasangan capres-cawapres itu sudah tepat.

"Tidak mungkin partai baru yang belum teruji, kalau begitu lebih baik nyalon aja semua di KPU. Apa mau seperti itu, kan tidak," ujarnya

Dia melanjutkan, masyarakat ingin demokrasi yang berciri Indonesia.

"Kalau sistem suara terbanyak ya mohon maaf orang yang punya uang saja. Ya pragmatis, saksi dibayar, bisa enggak punya yang bisa," ungkapnya. (**H)


Sumber: TRIBUNNEWS.COM





Berita Terkait

Tulis Komentar