Mendikbud Minta Orang Tua Hapus Pola Pikir Sekolah Favorit

  • Sabtu, 30 Juni 2018 - 16:50:07 WIB | Di Baca : 1428 Kali


SeRiau - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meminta orang tua dan siswa untuk menghapus pola pikir atau mindset terkait sekolah favorit dan non-favorit.

Permintaan Muhadjir itu diungkapkan terkait protes orang tua yang mengeluhkan penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dianggap menyulitkan putera-puteri mereka masuk sekolah yang dirasa sekolah favorit.

"Zonasi ini banyak yang masih belum memahami. Banyak orang tua yang masih berburu sekolah favorit. Padahal, itu sekolah favorit nggak ada karena gurunya juga akan kita rotasi dan kita ratakan," kata Muhadjir usai menghadiri pencanangan revitalisasi SMK di SMKN 26 Jakarta, Sabtu (30/6).

"Karena itu saya mohon orang tua mengubah mindset itu." 

Menurutnya sistem zonasi menekankan pada jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah. 

Dengan demikian, ia menuturkan, calon siswa yang bertempat tinggal lebih dekat dengan sekolah mempunyai peluang lebih besar diterima di sekolah tersebut.

"Ini sebagian besar keluhannya anak-anak mereka tidak diterima di sekolah yang dirasa sekolah favorit. Sebetulnya sekarang tidak ada lagi favorit itu dan yang menjadi acuan adalah radius," katanya.

Salah satu tujuan sistem, Muhadjir melanjutkan, adalah untuk menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah, khususnya sekolah negeri. Termasuk membantu analisis perhitungan kebutuhan dan distribusi guru. 

"Tentang zonasi ini bahwa sekolah akan kita bikin rata kualitasnya secara bertahap. Ini ada Pak Gubernur saya mohon untuk pemerataan pendidikan berkualitas di DKI agar dipercepat," kata Muhadjir di hadapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. 

Penyempurnaan Bertahap 

Muhadjir menuturkan dispensasi yang bisa diberikan dalam implementasi peraturan zonasi, wajib diajukan terlebih dahulu secara tertulis oleh Dinas Pendidikan kabupaten, kota, provinsi terkait kepada Kemendikbud. 

Kemudian, pemohon mendapatkan persetujuan oleh Kemendikbud melalui unit terkait. 

Terkait potensi praktik jual-beli kursi yang mungkin terjadi akibat sistem zonasi, Muhadjir berkukuh tidak akan mengubah aturan. 

"Kalau ada kasus, kasus itu diselesaikan. Jangan kemudian diubah aturannya," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad mengatakan hal terpenting di dalam PPDB adalah membuat anak mendapatkan layanan pendidikan yang terdekat dari tempat tinggalnya. 

"Apabila dalam satu zona kelebihan kuota, atau daya tampungnya tidak mencukupi, maka Dinas Pendidikan wajib mencarikan sekolah. Jangan dibiarkan anak dan orang tua kesulitan mendapatkan sekolah," katanya. 

Berdasarkan evaluasi tahun lalu, beberapa titik kabupaten, kota, provinsi belum bisa mengikuti secara penuh peraturan zonasi.

Oleh sebab itu, ia melanjutkan, diperlukan beragam penyesuaian dalam penerapan, khususnya terkait perubahan zona.

"Misalnya terdapat kabupaten atau kota yang jumlah anak sekolahnya melebihi jumlah daya tampungnya," kata Hamid. 

Hamid menyampaikan pelaksanaan PPDB dapat menggunakan metode dalam jaringan (daring) maupun manual. 

"Namun yang kita rekomendasikan adalah yang online untuk mencegah campur tangan yang bermacam-macam dari berbagai pihak yang mengganggu proses dan integritas PPDB," imbaunya. 

Terkait dengan adanya permasalahan PPDB daring, Hamid mengimbau agar pihak pemerintah daerah dapat melakukan langkah-langkah antisipasi yang telah dibahas di dalam rapat koordinasi. 

"Tolong sistem online PPDB dikembangkan, disesuaikan dengan kapasitas jumlah peserta didik yang akan masuk atau mendaftar. Juga diatur agar tidak mengakses secara bersamaan," katanya. 


sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar