Pasca Pilkada Serentak Partai Politik Jangan Terlalu Percaya Diri

  • Sabtu, 30 Juni 2018 - 09:00:18 WIB | Di Baca : 1904 Kali

SeRiau - Tak ada korelasi yang berefek electoral langsung antara kemenangan pada pemilihan kepala daerah baik Pilwakot, Pilbup maupun Pilgub dengan elektabilitas partai politik pada Pemilu Legislatif 2019.

Perang opini saling klaim anta elit partai terkait dengan kemenangan calon kepala daerah yang diusungnya, lebih bersifat prestis gengsi antar parpol saja.

Hal ini disampaikan peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI Network Denny JA), Toto Izul Fatah dalam rilisnya, Sabtu (30/6/2018).

Apa yang disampaikan, menanggapi sikap saling klaim antar elit parpol terkait dengan kemenangan dan kekalahan calonnya yang diusung di Pilkada serentak Juni 2018.

Menurut Toto yang juga direktur eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA ini, teori coattail effect pada Pilkada serentak 2018 itu tak berlaku.

Yaitu, hukum voting behavior yang memilih calon kepala daerah yang menang punya kecenderungan kuat memilih partai yang mengusung calon tersebut.

Apalagi dalam kontek banyaknya parpol yang mengusung calon yang dimenangkan atau dikalahkan.

“Bagaimana sebuah partai bisa mengklaim, kalau pasangan RINDU (Ridwan Kamil-Uu) yang menang Pilkada Jabar sebagai miliknya Nasdem? Sementara disitu ada PPP, PKB dan Hanura. Meskipun yang satu pengusung utama dan yang lainnya sebagai pendukung,” jelasnya.

Karena itu, lanjut dia, kepada parpol mana pun jangan dulu “GeeR” dan kepedeean atau eforia berlebihan atas kemenangan calon yang diusungnya, karena itu tak otomatis mampu mendongkrak elektabilitas partainya pada Pileg 2019 nanti.

Begitu juga sebaliknya, parpol yang calonnya kalah tak otomatis melucuti elektabilitasnya.

Toto menduga, jika tidak terjadi tsunami politik terhadap PDIP, meskipun calonnya, HASANAH kalah pada Pilgub Jabar 27 Juni lalu, elektabilitasnya masih tetap teratas dibanding Golkar dan Gerindra.

Sebab, bukan mustahil, sebagian besar pemilih di Jawa Barat tidak mengetahui calon yang dipilihnya itu diusung parpol apa.

Meskipun, jelasnya, kalau bicara pengaruh, tentu saja ada. Tapi tak signifikan, karena para calon yang diusungnya hampir seluruhnya dilakukan secara berjamaah.

Hampir tak ada calon yang menang pada Pilkada 2018 ini yang diusung tunggal oleh parpol. Pasti, minimalnya, diusung dua parpol.

Sehingga, tidak mudah buat publik untuk mengasosiasikan kemenangan calon itu dengan parpol tertentu. Dalam Pilkada, bahkan Pilpres, menurut Toto, ada kecendrungan kuat, kemenangan itu lebih karena factor kekuatan personal figur, bukan karena partai pengusungnya.

Sejumlah fakta mengungkapkan itu seperti terjadi pada dua kali Pilkada DKI Jakarta 2012 dan 2017 dan Pilpres 2014 lalu.

“Begitu juga dalam kontek Pilpres. Banyak orang menyimpulkan Jokowi aman terpilih kembali karena para calon gubernurnya yang diusung partai pendukung pemerintah ini menang," ujarnya.

"Padahal tak berbanding lurus antara kemenangan para kepala daerah itu dengan kemenangan Jokowi pada 2019 nanti. Tetap saja Jokowi harus bekerja keras membuktikan kerja dan kinerjanya yang memuaskan kepada rakyat agar bisa terpilih kembali,” tegasnya lagi. (**H)


Sumber: TRIBUNNEWS.COM





Berita Terkait

Tulis Komentar