Kedewasaan Berpolitik dan Perang Spanduk di Tol saat Mudik

  • Senin, 11 Juni 2018 - 12:33:51 WIB | Di Baca : 1189 Kali


SeRiau - Beberapa saat yang lalu, netizen di media sosial heboh oleh beredarnya foto spanduk yang berada di salah satu jalan tol. Tulisan dalam spanduk tersebut mengklaim jika tol tersebut merupakan 'tol milik Jokowi'.

Sontak dengan beredarnya foto tersebut menimbulkan kontroversi warga di media sosial. Diduga spanduk ini merupakan aksi balasan yang ditujukan untuk relawan #2019GantiPresiden yang membunyikan klakson tiga kali selama kegiatan mudik Idul Fitri 1439 H/2018 M.

Pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai aksi saling balas antar relawan selama mudik lebaran merupakan hal yang tak subtansial.

Emrus menilai aksi ini merupakan aksi fanatik dari relawan pada level emosi yang hanya memunculkan polarisasi di kelompok masyarakat antara pendukung calon presiden yang sedang berkuasa dengan calon presiden lainnya. Selain itu aksi ini tidak mencerminkan kedewasaan politik itu sendiri. 

"Saya katakan ini riak-riak politik yang tidak mencerminkan kedewasaan politik itu sendiri. Tidak memberikan pendidikan politik kepada masyarakat," kata Emrus saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (10/6).

Emrus pun memberikan himbauan kepada elite politik atau tokoh politik untuk bisa mengendalikan gerakan dari para relawan. Baik relawan yang berafiliasi dengan kelompok politik maupun relawan yang independen. 

"Saya kira itu harus dilakukan oleh elite politik, artinya elite pollitik bilang kepada para relawan pendukungnya kalau ingin berkuasa seharusnya tidak lepas dari pilar demokrasi," kata Emrush. 

Sementara itu, dihubungi terpisah pada hari yang sama, pengamat transportasi Joko Setiowarno juga menyayangkan aksi saling balas antar relawan selama mudik ini. Joko menegaskan hal tersebut mengganggu ketenangan dan kebahagiaan seseorang menjalankan mudik kembali ke kampung halaman. 

"Ya kalau mudik, ya mudik sajalah enggak usah dibawa politis. Jadi tidak nyaman semuanya. Itu enggak usah dibawalah, dan saya kira mudik ini dibuat bahagia saja tidak perlu dibawa politis seperti itu," kata Joko. 

Joko lalu mengatakan masyarakat yang menjadi relawan harus lebih cerdas, dan dewasa untuk membela salah satu calon presiden yang didukung. Mereka, katanya, harus bisa menahan diri untuk mempolitisasi setiap aspek bahkan untuk kegiatan mudik guna bersilaturahmi dengan kerabat saat lebaran.


Pendidikan Politik pada Masyarakat

Dalam kaitan dengan Pilpres 2019, Emrus khawatir moral Pancasila bisa rusak akibat ulah-ulah para relawan seperti adu aksi di masa mudik ini. Agar itu tak terjadi, ia berharap elite tak membiarkan. Sebaliknya, Emrus berharap para elite politik justru mendorong relawan untuk memberikan pendidikan politik yang baik untuk masyarakat.

"Elite politik, seharusnya mereka harus memberikan pendidikan politik dan mengatakan kepada masyarakat bahwa untuk meraih kekuasaan dengan elegan," kata Emrus. 

Tidak hanya dari kalangan elite politik, Joko Setiowarno pun mengimbau kepada relawan lebih baik beradu program dari salah satu calon presiden yang didukungnya ketimbang melalukan aksi yang konseptual. 

"Adu program saja. Nah misalnya sekarang ada macet yg berlebihan, tapi tahun depan akan dibuat lebih nyaman karena tolnya sudah jadi, karena sudah ada tol yang menjangkau tiap daerah. Itu kan bagus. Nah yang rival bilang kalau sekarang 10, besok saya akan buat 20 itu kan menarik. Nah nanti siapa yang menang, nanti kita tagih," ucap Joko. 

Senada dengan Joko, Emrus juga mengimbau kepada relawan untuk lebih dewasa dalam aksi lempar balasan. Hal ini demi menjaga keamanan dan kenyamanan mudik lebaran, selain itu juga mendidik masyarakat untuk memilih salah satu calon presiden yang akan dipilih.

"Ini level berbasis data dari lapangan ini bagus. Kalau yang pro juga begitu, turun ke lapangan. Rakyat jadi terdidik, jadi masyarakat bisa terdidik siapa nanti calon presiden yang akan mereka pilih," kata Emrus.

 


sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar