Pangeran Arab Saudi Sebut Putra Mahkota Ada Masalah Psikologis

  • Rabu, 23 Mei 2018 - 16:50:06 WIB | Di Baca : 1311 Kali

SeRiau - Pangeran Arab Saudi, Khaled bin Farhan, yang menyerukan kudeta untuk melengserkan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saudi, juga menyebut putra mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, memiliki masalah psikologis. 

"Di sekolah, dia memiliki masalah psikologis dan saya lebih baik tidak membahasnya terlalu detail, tapi kesehatan mental bisa berdampak pada seseorang secara keseluruhan, dan saya bisa melihat dengan jelas bahwa setelah dia memegang kekuasaan dan cara dia berurusan dengan politik, mencerminkan masalah psikologisnya," ucap Pangeran Khaled dalam wawancara dengan portal berita Middle East Eye, seperti dilansir pada Rabu (23/5/2018). Dia merujuk pada Pangeran Mohammed bin Salman atau yang disebut MBS.

"Saya tidak akan menyebut dia (MBS-red) kasar," imbuhnya.

"Tapi ketika dia masih muda, dalam keluarga kerajaan, dia tidak punya status. Dia hanya anggota keluarga biasa. Saudara-saudaranya punya posisi lebih tinggi, dan mereka memiliki suara di dalam lingkungan elite penguasa Saudi. Tentu saja, sepupu-sepupunya lebih tua, lebih berpengalaman, posisinya lebih bagus, lebih berpendidikan dan hal lainnya," sebut Pangeran Khaled yang kini mengasingkan diri di Jerman.

"Jadi saya pikir dia (MBS-red) mulai memiliki masalah psikologis, karena salah satu sepupunya yang ditangkap, ketika dia (MBS-red) bertemu dengannya, dia (MBS-red) harus meminta izin bertemu, dan mungkin pangeran itu akan bertemu dengannya, atau tidak. Jadi ini memicu masalah psikologis di dalam dirinya (MBS-red) dan sekarang ini, dia sedang membalas dendam terhadap sepupu-sepupunya," tudingnya. 

Pangeran Khaled membahas soal penangkapan ratusan pangeran dan pengusaha Saudi dalam operasi yang disebut 'kampanye antikorupsi' dan dipimpin MBS, tahun lalu. Total US$ 100 miliar disita dari orang-orang yang ditangkap, sebagai pertukaran atas pembebasan mereka. 

Namun setelah dibebaskan, sebut Pangeran Khaled, orang-orang itu bukan benar-benar bebas. Menurut Pangeran Khaled, orang-orang yang baru dibebaskan itu dipantau dengan alat yang dipasang di kaki, kemudian telepon genggamnya dipantau dan mereka dilarang pergi ke luar Saudi. "Jadi mereka hidup dalam situasi yang sangat memalukan," sebutnya.

Ditambahkan Pangeran Khaled bahwa dalam situasi normal, dirinya akan memuji sejumlah reformasi yang dicetuskan MBS di Saudi, termasuk mengizinkan wanita mengemudi dan membatasi pengaruh otoritas keagamaan. Namun Pangeran Khaled menilai langkah reformasi MBS itu semata bertujuan menyenangkan negara Barat dan mengabaikan masalah sesungguhnya di Saudi, yakni sistem politik. 

Dia menyinggung wewenang Raja Saudi yang memiliki kekuasaan mutlak untuk menunjuk hakim, menunjuk anggota Dewan Syura dan membentuk pemerintahan Saudi sendiri. Menurutnya, sistem politik Saudi mewakili keinginan Raja Saudi semata, dengan perubahan terjadi setiap ada raja baru.

"Susunan negara akan berubah terus-menerus sesuai dengan kepribadian sang raja," ucap Pangeran Khaled. "Di mana rencana strategis untuk negara? Kita perlu memiliki tujuan jelas yang kita upayakan ke depan. Dan menjadi peran untuk menyusun rencana taktis untuk membantu kita mewujudkan strategi-strategi ini," imbuhnya.

"Tapi dengan cara yang kita tempuh, negara kita akan terlambat dalam mencapainya. Kita sudah terlambat. Kita biasa berpikir bahwa kita punya aset finansial dan individu berpendidikan, tapi sayangnya situasi saat ini membawa kita mundur beberapa tahun," cetusnya.

Meskipun Kerajaan Saudi sudah otoriter jauh sebelum Raja Salman berkuasa, Pangeran Khaled menyebut setidaknya pos-pos kekuasaan dibagi-bagi sebelumnya. Menurutnya, saat ini kekuasaan hanya berpusat di tangan satu orang. (**H)


Sumber: detikNews





Berita Terkait

Tulis Komentar