Kasus Rizieq Shihab di Jabar Berlanjut Jika Ada Bukti Baru

  • Senin, 07 Mei 2018 - 14:39:01 WIB | Di Baca : 1274 Kali

SeRiau - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto membuka kemungkinan kembali melanjutkan penyidikan kasus dugaan penghinaan terhadap Pancasila dengan tersangka pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.

Sebelumnya, kasus tersebut telah disetop setelah penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Barat (Ditreskrimum Polda Jabar) menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), pada Februari.

Menurut Ari, penyidikan kasus ini dapat dibuka kembali apabila penyidik menemukan alat bukti baru di kemudian hari.

"Apabila bukti baru ada, kami buka lagi," ucap dia, kepada wartawan, di kawasan Ancol, Jakarta, Senin (7/5).

Dia menyebut bahwa penerbitan SP3 di kasus penodaan Pancasila merupakan proses yang biasa dalam penegakan hukum. Polemik terjadi karena penerbitan SP3 itu diketahui publik dan dikaitkan dengan situasi politik belakangan.

"Penyidik yang lebih tahu bahwa SP3 [terhadap] satu perkara itu ya rasa normal, biasa saja, normal saja. Karena mungkin saat ini tahun pesta demokrasi, semua bisa jadi bahan untuk diolah-olah seperti itu," jelasnya.

Sebelumnya, Rizieq ditetapkan sebagai tersangka setelah Polda Jawa Barat menerima limpahan kasus yang dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri dari Bareskrim Polri. Putri Presiden pertama Indonesia Soekarno itu menuding Rizieq melontarkan kata-kata yang tidak pantas terkait Pancasila.

Rizieq dilaporkan dengan pasal Pasal 154 KUHP tentang Penodaan Lambang Negara dan Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik.

Sukmawati mempermasalahkan pernyataan Rizieq yang menyatakan 'Pancasila Sukarno Ketuhanan ada di pantat, sedangkan Pancasila Piagam Jakarta Ketuhanan ada di kepala,' sebagaimana terekam dalam video yang diunggah di YouTube.

Sebelumnya, pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, mengatakan proses hukum terhadap kasus yang menyeret nama Rizieq juga tidak boleh dikaitkan dengan situasi atau hal-hal bersifat politik. 

Menurutnya, proses penerbitan SP3 terhadap kasus dugaan penghinaan Pancasila pun harus merupakan putusan hukum, bukan politik.

Artinya, pihak pelapor dalam kasus dugaan penghinaan Pancasila memiliki kesempatan untuk mengajukan gugatan praperadilan bila tidak menerima langkah Polda Jabar menerbitkan SP3 terkait dugaan tindak pidana yang dilaporkannya.

"Hukum ya hukum, jangan dicampurkan dengan politik. Apakah SP3 ini putusan hukum atau politik, ya harus putusan hukum dan kalau pelapor tidak puas upaya hukumnya ya praperadilan," tuturnya kepada CNNIndonesia.com pada Jumat (4/5). 


sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar