Divonis 15 Tahun, Kuasa Hukum Setnov Berencana Banding

  • Rabu, 25 April 2018 - 00:20:26 WIB | Di Baca : 1654 Kali

SeRiau - Kuasa hukum Setya Novanto (Setnov), Maqdir Ismail mengatakan berencana mengajukan banding atas vonis dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap kliennya. Setnov diganjar hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan, dalam perkara korupsi proyek e-KTP. 

Menurut Maqdir, keputusan pengajuan banding akan diambil setelah selesai berdiskusi dengan keluarga Setnov. 

"Kami akan banding, akan sampaikan setelah diskusi dan bicara dengan keluarga," kata Maqdir usai sidang vonis Setnov, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4).

Maqdir merasa putusan dibacakan majelis hakim janggal. Menurut dia, Setnov dianggap bersalah atas tindakan yang dilakukan orang lain dalam proyek e-KTP. Maqdir menyebut vonis Setnov akan berdampak buruk dalam penerapan hukum ke depannya. 

"Saya kira ini harus cermati betul cara menjatuhkan dan memberikan hukuman seseorang atas perbuataan orang lain. Ini akan menjadi preseden buruk dalam hukum ke depan," ujarnya. 

Menurut Maqdir, banyak hal yang bisa dijadikan sebagai alasan pihaknya untuk mengajukan banding terhadap vonis Setnov. Salah satu halnya, lanjut Maqdir, adalah soal perhitungan kerugian negara. Majelis hakim menyebut kerugian negara dalam proyek e-KTP ini mencapai Rp2,3 triliun. 

"Salah satu contoh sama sekali tidak disinggung oleh putusan tadi bagaimana tadi cara menghitung kerugian negara. Kami sudah sampaikan dalam pembelaan kami bahwa penghitungan ini tidak apple to apple," kata dia. 

Selain divonis 15 tahun penjara, Setnov juga diminta membayar uang pengganti sebesar USD7,3 juta, dikurangi sebesar Rp5 miliar yang telah diberikan kepada penyidik KPK. Ia juga dihukum untuk tidak menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak dirinya selesai menjalani masa hukuman pidana. 

Hakim juga menolak permohonan menjadi justice collaborator Setnov dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. (**H)


Sumber: CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar