Jokowi Istimewakan Pekerja Asing, Fadli Zon Naik Pitam

  • Kamis, 19 April 2018 - 11:07:16 WIB | Di Baca : 1172 Kali

SeRiau - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengkritik keras Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang menurutnya tidak berpihak kepada kepentingan tenaga kerja lokal. Dia mengusulkan DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) mengenai tenaga kerja asing.

"Jadi, bila perlu nanti kita usulkan untuk dibentuk Pansus mengenai tenaga kerja asing, agar lebih punya taring. Bahaya sekali jika pemerintahan ini berjalan tanpa kontrol memadai," kata Fadli Zon di akun twitter resminya @fadlizon, Kamis (19/4).

Salah satu poin dalam Perpres itu tidak memberi kewajiban bagi seluruh TKA di Indonesia memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dari kementerian dan lembaga teknis terkait.

Dalam Pasal 10 disebutkan pemberi kerja tidak wajib memberikan RPTKA bagi TKA yang memegang saham dan menjabat sebagai anggota direksi, pegawai diplomatik, dan jenis-jenis pekerjaan yang masih dibutuhkan pemerintah.

Rencananya, jenis-jenis pekerjaan yang masih dibutuhkan pemerintah akan diatur ke dalam Peraturan Menteri Ketenegakerjaan.

Kendati demikian, pemerintah mengingatkan untuk mengutamakan tenaga kerja dalam negeri pada semua jenis jabatan yang tersedia.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga membantah Perpres Nomor 20 Tahun 2018 membebaskan TKA masuk ke Indonesia. 

Pramono menyebut Perpres itu hanya mempermudah proses adminstrasinya, bukan tentang mendatangkan tenaga kerja asing. Ia juga memastikan TKA tak berkompeten tidak akan masuk Indonesia. 

Di sisi lain, Fadli berdasarkan pengamatannya terhadap Perpres itu menyarankan pembentukan Pansus Tenaga Kerja Asing.

Dia menyebut kebijakan tersebut salah arah. Sebab menurut Fadli, arus tenaga kerja asing sudah menjadi keniscayaan lewat integrasi ekonomi ASEAN serta berbagai ratifikasi kerja sama internasional lain. 

Merujuk data Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Fadli menyebut per Maret 2018 ada 126 ribu tenaga kerja asing di Indonesia. 

Angka itu kata dia, melonjak 69,85 persen dibandingkan jumlah tenaga kerja asing pada Desember 2016 sebesar 74.813 orang.

"Sebelum ada Perpres No. 20/2018 saja lonjakannya sudah besar, apalagi sesudah ada Perpres ini," kata dia. 

"Masalahnya, itu baru data tenaga kerja legal. Kita tak tahu data tenaga kerja ilegal yang masuk ke Indonesia. Yang jelas, sepanjang tahun 2017 kita sama-sama menyimak kasusnya ada ribuan. Saya yakin jumlah riilnya jauh lebih besar ketimbang yang terungkap di media," kata Fadli.

"Artinya, hampir 30 persennya tenaga kerja ilegal. Menurut data resmi, tenaga kerja asing legal dan ilegal mayoritas memang berasal dari Cina," imbuh dia.

Fadli dalam kicaunya juga mengajak publik mengingat kembali kampanye Joko Widodo 2014 lalu yang berjanji menciptakan 10 juta lapangan kerja bagi warga Indonesia.

"Namun, tiga tahun berkuasa pemerintah malah terus-menerus melakukan relaksasi aturan ketenagakerjaan bagi orang asing," kicau Fadli.

Menurut Fadli, Indonesia saat ini sudah ugal-ugalan dalam membuka pasar domestik bagi produk luar. Jangan sampai hal serupa terjadi di sektor pasar tenaga kerja.

Di bidang perdagangan, Fadli menyebut dibandingkan negara-negara di ASEAN, Indonesia paling tidak protektif terhadap kepentingan nasional. 

Kicau Fadli berdasarkan data INDEF tahun 2017, Indonesia hanya memiliki hambatan nontarif sebanyak 272 poin.

"Padahal, Malaysia dan Thailand saja, masing-masing punya hambatan nontarif sebanyak 313 poin dan 990 poin," tuturnya.

"Kecilnya jumlah hambatan nontarif di Indonesia menunjukkan buruknya komitmen kita dalam melindungi industri dan pasar dalam negeri," kata Fadli melanjutkan.

Pemerintah seharusnya serius melindungi pasar dan industri dalam negeri karena mewakili kepentingan nasional. Yang terjadi, tutur Fadli, pemerintah justru membuka pasar secara murah dan kini melakukan hal yang ke pasar tenaga kerja.

Menurut dia, ini bukan pertama kali pemerintahan Jokowi menerbitkan beleid yang tak berpihak pada kepentingan buruh lokal. Pada tahun 2015, pemerintah juga mengubah Permenakertrans No. 12/2013 yang isinya mengatur tentang syarat memiliki kemampuan berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing.

Fadli membandingkan dengan syarat bekerja di negara-negara Timur Tengah, Hongkong, Taiwan atau Jepang. Kata Fadli, negara itu mensyaratkan TKA yang bekerja wajib menguasai bahasa setempat.

Bagi Fadli, kebijakan pemerintah terkait tenaga kerja asing harus dikoreksi. Pembentukan Pansus menjadi solusi yang ia tawarkan. Itu lantaran pemerintah mengabaikan rekomendasi Panja Pengawas Tenaga Kerja Asing.

Dengan Pansus, Fadli menilai pengawasan terhadap pemerintah terkait tenaga kerja asing bisa lebih bertaring.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sebelumnya telah mengusulkan agar DPR membentuk Pansus Hak Angket tentang TKA untuk menyelidiki seputar penerbitan Perpres Nomor 20 Tahun 2018.

Menurut Fahri, Perpres tersebut terindikasi melanggar UUD 1945, Undang-undang tentang ketenagakerjaan. Lagipula, aturan itu dibuat pemerintah tanpa berkonsultasi terlebih dulu dengan DPR.

"Saya usul ini diangket, karena Perpres ini melanggar undang-undang. Apapun keputusan pemerintah yang melanggar peraturan undang-undang harus diangket," kata Fahri saat menghadiri diskusi di kawasan Jalan Tendean, Jakarta Selatan, kemarin.


sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar