3 Alasan Naturalisasi Tak Lagi Pantas Dilakukan oleh Timnas Indonesia

  • Jumat, 06 April 2018 - 21:53:17 WIB | Di Baca : 1762 Kali

SeRiau - Berbicara tentang naturalisasi pemain di sepakbola Indonesia, tentu banyak pihak yang akan melakukan kritik ke pihak federasi dan klub terkait proses ini. Apalagi proses naturalisasi erat kaitannya dan sulit memisahkannya dari kaderisasi atau pembinaan pemain muda.

Salah satu legenda hidup Timnas Malaysia, Safee Sali, bahkan turut berkomentar. Menurut pemain yang pernah memperkuat Pelita Jaya dan Arema FC ini, kebijakan naturalisasi (belakangan juga terjadi di Timnas Malaysia) hanyalah program yang sia-sia dan bukan jaminan untuk mendatangkan prestasi seperti yang terjadi Timnas Indonesia dan Singapura.

"Jika naturalisasi mampu membuat perubahan ke tim nasional, itu bagus. Tapi jika hanya ingin berpindah warga negara dan tidak ada keinginan untuk mewakili negara (memperkuat timnas), saya pikir itu hanya sia-sia," kata Safee Sali, seperti dikutip dari Berita Harian.

"Kita tidak bisa bisa berharap lebih dengan pemain keturunan. Jika benar-benar hebat, tidak masalah mereka gabung timnas. Kita bisa melihat Indonesia dan Singapura yang diperkuat pemain naturalisasi, tapi mereka tidak bisa berkembang. Sedangkan Thailand yang mengandalkan pemain lokal terlihat lebih baik," pungkas peraih top skor Piala AFF 2010 tersebut.

Apa yang disampaikan Safee Sali memang ada benarnya. Sejauh ini Indonesia memang telah banyak melakukan naturalisasi pemain, hanya saja tidak ada prestasi yang ditorehkan. Setelah era Cristian Gonzales, tidak banyak pemain naturalisasi yang benar-benar berpengaruh dan dipanggil membela Skuat Garuda.

Melihat situasi ini, INDOSPORT mencoba untuk membahas beberapa alasan mengapa program naturalisasi seharusnya sudah tidak menjadi andalan di kubu Timnas Indonesia. Lantas hal apa saja membuat Indonesia seharusnya membuang 'candu' tersebut? Berikut bahasannya untuk pembaca setia.


1. Pemain Naturalisasi Inkonsisten

Untuk problem yang satu ini tampaknya ke depan harus menjadi pertimbangan utama dari PSSI sebelum memutuskan menaturalisasi pemain asing. Belajar dari pengalaman sebelumnya, beberapa pemain naturalisasi bahkan tidak berkontribusi maksimal untuk Timnas Indonesia.

Nama-nama seperti Jhon van Beukering, Tonnie Cusell, Ruben Wuarbanaran, bahkan dianggap 'produk' gagal.

Memang, ada beberapa yang tampil cukup bagus bersama klub seperti Raphael Maitimo, Kim Jeffrey Kurniawan, Diego Michiels, Greg Nwokolo, Guy Junior, Victor Igbonefo, Cristian Gonzales, hingga Sergio van Dijk.

Sayangnya, mereka tidak banyak mendapat kesempatan untuk membela Skuat Garuda karena berbagai alasan, terkecuali Gonzales yang menjadi andalan di Piala AFF 2010.

Bermain di klub luar negeri atau lama mengenyam pendidikan di luar negeri bukanlah jaminan jika pemain naturalisasi memiliki kualitas yang melebihi talenta pemain lokal. Hal itu disampaikan oleh pelatih Timnas Indonesia, Fakhri Husaini.

“Pemain nasional itu bukan ditentukan dia naturalisasi atau bukan, semua itu ditentukan oleh kualitas. Saya khawatir karena ini yang berbahaya jika semua pemain naturalisasi akan dengan gampang masuk menjadi pemain Timnas Indonesia,” ujar Fakhri saat dihubungi INDOSPORT.

Ke depan, Fakhri ingin pemain naturalisasi harus mengikuti seleksi dan tempaan yang sama jika ingin bergabung dengan Timnas Indonesia. Tak boleh ada keistimewaan bagi para pemain naturalisasi dan mereka harus membuktikan kualitasnya.


2. Pemain Lokal Banyak Bermunculan

Alasan lain Indonesia tidak perlu lagi melakukan naturalisasi adalah faktor munculnya banyak pemain muda potensial. Tengok saja aksi Rezaldi Hehanusa, Febry Hariyadi, Osvaldo Haay, Septian David Maulana, Satria Tama, Ryuji Utomo dan lainnya yang terus berkembang, bahkan menjadi andalan klubnya masing-masing baik di Indonesia maupun luar negeri.

Tak berhenti di situ, nama-nama yang masih belia pun belakangan mulai mencuri perhatian. Sebut saja Syahrian Abimanyu, Nurhidayat Haji Haris, Rifad Marasabessy hingga Egy Maulana Vikri yang belum lama ini menandatangani kontrak bersama klub Polandia, Lechia Gdansk.

Para pemain muda ini hanya perlu mendapatkan jam terbang yang banyak. Dan hal itu setidaknya mulai diperhatikan pelatih klub Tanah Air. Abimanyu bahkan jadi andalan di lini tengah Sriwijaya FC, ataupun Nurhidayat yang jadi 'tembok' baru Bhayangkara FC.

Menariknya, PSSI dan operator liga di Tanah Air pun mulai konsen dengan pembinaan pemain muda. Di tahun ini, mereka mewajibkan setiap klub memiliki setidaknya punya tujuh pemain dengan rentang usia 23 tahun ke bawah. Di musim sebelumnya, setiap klub bahkan harus menurunkan tiga pemain muda di starting XI.

Hal ini berbanding lurus dengan keadaan di Timnas Indonesia, di mana pelatih Luis Milla pun menyukai pemain muda. Terbukti, sejauh ini ia selalu memercayakan pemain dari Timnas U-23 untuk berlaga di pertandingan internasional.

"Permasalahan utama terletak pada jam terbang pemain. Jika mendapatkan kesempatan bermain di klub saja sulit, bagaimana mau mencari pemain timnas yang andal?" tutur Luis Milla beberapa waktu lalu.


3. Jarang Dilirik Pelatih dan Lebih Condong ke Kepentingan Pribadi

Dari sekian banyak pemain yang dinaturalisasi, hanya sedikit yang menjadi andalan Timnas Indonesia dan itu hanya dalam waktu yang singkat.

Sebut saja Raphael Maitimo, Kim Jeffrey Kurniawan, Diego Michiels, Greg Nwokolo, Guy Junior, Victor Igbonefo dan lainnya. Terkecuali Cristian Gonzales ataupun Stefano Lilipaly yang menjadi tumpuan di Piala AFF 2010 dan 2016 lalu.

Jika ditelaah lebih detail, tampaknya beberapa niatan untuk menjadi pemain naturalisasi lebih condong pada kepentingan pribadi atau klub. 

Pasalnya, pemain yang sudah memiliki kewarganegaraan Indonesia akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan atau tawaran bermain dari klub Tanah Air baik dari Liga 1, Liga 2, bahkan Liga 3 sekalipun. Hal ini bisa terlihat jelas pada proses naturalisasi Beto Goncalves maupun Esteban Vizcarra di kubu Sriwijaya FC. 

Namun, tidak ada yang salah keputusan kedua pemain tersebut, karena hal itu merupakan hak dan pilihan pribadi. Pilihan ini biasanya muncul karena sang pemain sudah merasa nyaman tinggal di Indonesia, terutama bagi mereka yang sudah lama bermain di pesepakbolaan Tanah Air bahkan sampai memiliki keluarga (istri) di sini.

Sekilas, tak ada yang salah dengan proses naturalisasi. Namun, akan menjadi polemik jika keadaan tersebut terus berlanjut dan menjadi prioritas utama tanpa ada usaha keras dari pihak terkait untuk mempromosikan bibit-bibit muda yang potensinya tersebar di seluruh penjuru negeri.

"Pemain lokal juga harus terus dapat dukungan. Kalau pas mereka mengalami kegagalan, kita datang dari kegagalan, kemudian bangkit," celetuk salah satu pelatih asal Brasil, Wanderley Junior yang kini menangani tim Persiba Balikpapan di Liga 2 soal progres naturalisasi pemain sepakbola di Indonesia.

Oleh sebab itu, hal paling ideal bagi PSSI dan pelaku sepakbola nasional adalah fokus pada pembinaan usia dini yang disertai dengan kompetisinya. Setiap klub seharusnya diwajibkan secara bertahap untuk memiliki elite academy di berbagai jenjang yang terintegrasi dengan baik kepada sekolah sepakbola (SSB) di sekitarnya maupun dengan skuat utama, sehingga menghasilkan talenta-talenta yang bersaing. 

 

sumber INDOSPORT.com





Berita Terkait

Tulis Komentar