PKS Khawatir KPK Dikriminalisasi Jika Usut Puan dan Pramono

  • Sabtu, 24 Maret 2018 - 14:42:28 WIB | Di Baca : 3113 Kali

SeRiau- Ketua Departemen Politik DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Pipin Sopian khawatir komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan dikriminalisasi bila kelak mengusut keterlibatan pihak yang berasal dari partai politik pendukung pemerintah.

Pernyataan Pipin ini disampaikan dalam merespon 'nyanyian' terdakwa Setya Novanto yang menyebutkan nama dua politikus PDI Perjuangan, Puan Maharani dan Pramono Anung turut kecipratan uang proyek pengadaan e-KTP yang berujung korupsi.

"Saya khawatir ketika KPK serang ke partai pendukung pemerintah akan terjadi kriminalisasi ke KPK dan komisionernya," kata Pipin dalam sebuah diskusi di sebuah kafe di Jakarta Pusat, Sabtu (24/3).

Ia menambahkan, meski begitu tindak pidana korupsi tidak mengenal istilah partai pendukung atau oposisi pemerintah. 

Menurutnya, fakta baru dalam kasus e-KTP sebagaimana yang disampaikan Setnov harus diuji oleh KPK secara baik karena telah mendapatkan 'lampu hijau' dari Presiden Joko Widodo. Jokowi mempersilakan KPK mengusut Puan dan Pramono jika ditemukan bukti keterlibatan dalam proyek e-KTP.

Pipin pun mengingatkan agar tidak ada pihak yang bergerak di 'balik layar' untuk melobi KPK agar tidak memproses fakta baru kasus e-KTP sebagaimana yang disampaikan Setnov. 

"Kami nggak ingin presiden mempersilakan tapi ada tim yang melobi untuk tidak memproses. Semua warga negara sama di mata hukum," ujarnya.

Lanjutan Drama Setnov

Sementara itu, politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu menilai penyebutan nama Puan dan Pramono sebagai pihak yang ikut menerima uang korupsi e-KTP hanya bagian dari lanjutan drama yang dibuat Setnov selama ini.

Menurutnya, sosok yang disebut Setnov memberikan uangkepada Puan dan Pramono, yakni Made Oka Masagung, telah membantah hal tersebut dalam persidangan sebelumnya.

"Bagian dari drama. Sebelum persidangan SN (Setnov), sudah dikonfrontir ditanya SN ada nggak yang ke petinggi partai, Oka Masagung bilang tidak," ucap Masinton.

Dia pun menyebut, keterangan Setnov terkait keterlibatan Puan dan Pramono merupakan langkah agar permohonannya sebagai justice collaborator dikabulkan. Bahkan, dia menduga, langkah itu merupakan cara Setnov demi mendapatkan keringanan hukuman atau setidaknya tidak dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Berharap supaya tuntutannya diringankan, kemudian bisa juga dealnya nggak dikenakan TPPU," ucap dia.

Bukan Babak Baru

Di tempat yang sama, Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, berpendapat nyanyian Setnov soal keterlibatan Puan dan Pramono bukan babak baru dalam kasus e-KTP. 

Menurutnya, pengusutan kasus e-KTP baru memasuki babak penyisihan, karena KPK baru menetapkan delapan orang sebagai tersangka dari 72 nama yang disebut menerima uang korupsi e-KTP sebagaimana tertuang dalam dakwaan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Kemendagri, Irman dan Sugiharto.

"Baru 10 persen total pihak penerima dana e-KTP (yang diusut). Yang menarik itu adalah ada nama baru yang muncul di luar nama, Puan dan Pramono," katanya.

Emerson pun meminta KPK mengusut aliran uang sebesar Rp71 miliar yang diduga diterima Setnov dari korupsi e-KTP. Menurutnya, pengusutan ini penting untuk mengetahui apakah uang tersebut digunakan mantan Ketua Fraksi Golkar DPR itu seorang diri atau malah dibagikan ke pihak lain.

"Dalam korupsi itu ada namanya distribusi. Semua anggota dewan pasti kecipratan. Dalam korupsi, tidak ada partai pendukung atau oposisi, semua biasanya dibagi," tutur Emerson. 

Sebelumnya, KPK menyatakan baru akan mengambil sikap atas fakta baru yang muncul di persidangan perkara korupsi e-KTP kemarin, usai majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis kepada Setnov.

Pernyataan itu disampaikan menyusul 'nyanyian' Setnov yang menyebut Puan dan Pramono masing-masing menerima SGD500 ribu. Kesaksian Setnov itu berdasarkan laporan dari koleganya Made Oka, yang juga telah menjadi tersangka korupsi e-KTP. 

"Untuk tindak lanjut fakta persidangan ini (soal dugaan uang e-KTP ke Puan dan Pramono serta nama lainya), tentu kami perlu menunggu putusan pengadilan tersebut (Setnov)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/3). 

sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar