'Perang' PDIP-PD, Apa Ujungnya?

  • Sabtu, 24 Maret 2018 - 06:22:28 WIB | Di Baca : 1583 Kali

SeRiau - Belum genap sebulan tampil 'mesra', hubungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat (PD) memanas lagi. PDIP tiba-tiba 'membombardir' serangan ke PD setelah nama Puan Maharani dan Pramono Anung disebut oleh Setya Novanto dalam sidang e-KTP.

Waketum PD Syarif Hasan menganggap 'serangan' PDIP bisa mempengaruhi komunikasi politik kedua partai. Padahal PD sempat diprediksi merapat ke kubu pendukung Joko Widodo (Jokowi) untuk Pilpres 2019.

"Sedikit-banyak itu (pernyataan Sekjen PDIP) menjadi bahan pertimbangan buat kami," kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarif Hasan kepada detikcom, Jumat (23/3/2018).

Syarief menyebut pernyataan PDIP sangat keliru dan tak berdasar. PDIP dianggap mencari-cari kesalahan.

Sekjen PD Hinca Pandjaitan menilai PDIP sedang 'cuci tangan' setelah nama elite mereka disebut. "Pernyataan Sekjen PDIP yang langsung menyalahkan kebijakan dan program e-KTP lantaran kader-kadernya ada yang diduga terlibat korupsi e-KTP ibarat mencuci tangan yang kotor dan kemudian airnya disiramkan ke orang lain," kata Hinca.

Memanasnya situasi ini diawali oleh pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menanggapi 'nyanyian' Novanto. Alih-alih menyerang balik Novanto, Hasto malah melontarkan 'peluru' ke PD. Hasto beranggapan kasus e-KTP terkait dengan pemerintahan program itu dibuat.

"Sebab, pemerintahan tersebut pada awal kampanyenya menjanjikan 'katakan tidak pada korupsi', dan hasilnya begitu banyak kasus korupsi yang terjadi, tentu rakyatlah yang akan menilai akar dari persoalan korupsi tersebut, termasuk e-KTP," ucap Hasto dalam pernyataanya, kemarin (22/3).

Slogan 'katakan tidak pada korupsi' identik dengan Partai Demokrat sebagai partai penguasa periode sebelumnya. Wajar saja bila PD tersinggung.

Tak berhenti di situ, Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan HAM Trimedya Pandjaitan lalu mengungkit asal muasal kasus e-KTP jadi sorotan. Trimedya dengan gamblang menyinggung soal KIB alias Kabinet Indonesia Bersatu. Kabinet tersebut dipimpin oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketum PD.

"Pokok materi persidangan harus melihat berita acara pemeriksaan dan keterangan para saksi di pengadilan. Dalam BAP Nazaruddin tanggal 22 Oktober 2013 sangat tegas bahwa asal mulai kebijakan tersebut adalah dari 2 menteri KIB berinisial GM dan SS. Lalu BAP pada tanggal 17 Februari 2017 Nazaruddin menyatakan pertemuan dirinya bersama Anas Urbaningrum dengan Setya Novanto dan Andi Narogong yang mengatur kesepakatan pembagian fee termasuk yang diberikan ke GM," kata Trimedya kepada wartawan. 

PD memang belum mendeklarasikan dukungan untuk Pilpres 2019. Namun kehadiran Presiden Jokowi di Rapimnas beberapa pekan lalu dianggap sebagai sinyal koalisi.

Kini hubungan kedua partai tak tampak mesra lagi. Apakah 'perang' kali ini akan membuat SBY menjauhi Jokowi? (*JJ)



Sumber: detiknews.com





Berita Terkait

Tulis Komentar