Tempo Minta Dewan Pers Turun Tangan soal Karikatur Rizieq

  • Jumat, 16 Maret 2018 - 19:04:35 WIB | Di Baca : 1259 Kali

SeRiau - Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli meminta Front Pembela Islam (FPI) yang tersinggung atas pemuatan karikatur edisi 26 Februari 2018 mengadukannya ke Dewan Pers.

"Dewan Pers adalah lembaga yang tepat menyelesaikan tafsir atas kerja jurnalistik yang menjadi produk berita," kata Arif dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/3).

Massa dan para pengurus FPI mendatangi gedung Tempo di Jalan Palmerah Barat memprotes karikatur yang menggambarkan seorang bersorban yang mengabarkan tak jadi pulang kepada seorang perempuan yang menjadi lawan bicaranya. Massa merasa tersinggung dengan karikatur tersebut. 

FPI menuduh kartun itu melecehkan umat Islam karena menafsirkan orang berjubah tersebut adalah Rizieq Shihab, pemimpin FPI yang kini bermukim di Arab Saudi. Rizieq dikabarkan sempat akan pulang pada 21 Februari lalu namun batal. 

Sejumlah perwakilan FPI berdialog dengan Arif yang didampingi Pemimpin Redaksi Koran Tempo Budi Setyarso dan Kepala Komunikasi Korporat Wahyu Muryadi.

Dalam dialog selama satu jam itu disepakati bahwa FPI mengajukan somasi atas kartun itu dan akan dimuat sebagai hak jawab pada majalah Tempo edisi pekan depan.

Menurut Arif, di negara hukum Indonesia, sengketa pemberitaan oleh pembaca dan media diselesaikan di Dewan Pers sesuai Undang-Undang Pers.

"Kerja jurnalistik itu menyimpan  daif (kekurangan), dan lembaga yang berwenang menilai kekurangan itu adalah Dewan Pers," katanya.

Tak puas dengan pernyataan itu, pemimpin FPI meminta Arif menyatakan minta maaf atas pemuatan kartun itu. 

"Terhadap dampak yang diakibatkan atas pemuatan kartun itu, saya meminta maaf," kata Arif.

Arif menegaskan dalam kerja jurnalistik tak ada intensi merendahkan, melecehkan, atau beritikad tidak baik terhadap narasumber, organisasi, atau tokoh yang sedang diberitakan. 

"Kerja jurnalistik itu semata-mata menyandarkan pada fakta, tak kurang dan tak lebih," kata dia. "Namun, jika pencarian fakta-fakta itu dianggap keliru, Dewan Pers yang berwenang menilainya."


Sumber CNN Indonesia





Berita Terkait

Tulis Komentar