Wali Kota Kendari Adriatma Ikuti Jejak Ayahnya Hingga ke KPK

  • Kamis, 01 Maret 2018 - 08:41:54 WIB | Di Baca : 1260 Kali

SeRiau - Belum genap lima bulan sejak Adriatma Dwi Putra dilantik sebagai wali kota Kendari ke-6 saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkapnya. Wali kota muda ini dilantik pada 9 Oktober 2017, menggantikan ayahnya, Asrun, yang juga tertangkap. Saat tertangkap, Adriatma baru menjabat wali kota selama 140 hari.

Karir politik Adriatma dimulai sejak lulus dari bangku kuliah lalu masuk menjadi anggota Partai Amanat Nasional (PAN). Sebelum menjadi orang nomor satu di Kendari, Adriatma adalah ketua Komisi III Fraksi PAN DPRD Sulawesi Utara periode 2014. Saat ini, Adriatma juga menjabat sebagai sekretaris umum Dewan Pimpinan Wilayah PAN Sultra.

Kiprah Adriatma di bidang politik tak lepas dari figur Asrun yang menjabat sebagai wali kota Kendari selama dua periode sebelumnya. Asrun, yang juga politikus PAN, kini menjadi jagoan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam bursa pemilihan gubernur Sulawesi Tenggara tahun ini. Bersama calon wakilnya, Hugua, pasangan ini diusung PDIP bersama PAN, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.

Adriatma dan Asrun diperiksa KPK setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Jalan Syekh Yusuf, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari. Saat tertangkap tangan, keduanya sedang bersama sejumlah pengusaha.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan penangkapan calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, menjadi hambatan partainya dalam pemenangan Pemilihan Kepala Daerah 2018. Asrun adalah calon kepala daerah yang diusung PDI Perjuangan.

"Tentu saja kami merasa prihatin. Kontestasi baru dimulai, sudah terhalang beban berat, ibarat mau main gitar tanpa senar," ujar Hendrawan saat dihubungi di Jakarta, Rabu 28 Februari 2018.

Menurut Hendrawan, peristiwa ini bakal menganggu partainya dalam persiapan pilkada. "Tentu kami berusaha keluar dari persoalan ini, dengan memaksimalkan jaringan, dukungan dan modal sospol yang ada," ujar dia.

Hendrawan mengatakan bakal mengamati proses hukum yang dialami calon kepala daerahnya untuk mengantisipasi kerentanan kasus ini dijadikan alat kampanye dalam pilkada. "Untuk sementara kita telan dulu kenyataan pahit ini, sambil mawas diri, dan mendalami kausalitas serta konstruksi persoalannya."

 

 


Sumber TEMPO.CO





Berita Terkait

Tulis Komentar