Aktivis Papua Minta Pemerintah Akui Kesalahan Blokir Internet


SeRiau - Aktivis Papua meminta pemerintah mengakui kesalahan usai diputuskan melakukan perbuatan melawan hukum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam kasus pemblokiran internet pada 2019.

"Kalau ada putusan [pengadilan] bersalah memang [pemerintah] harus mengakui kesalahannya," ujar Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hasegem, saat dihubungi, Rabu (3/6).

Ia menceritakan pemblokiran internet tersebut di Papua dan Papua Barat tahun lalu itu merupakan salah satu bentuk diskriminasi di antara banyaknya diskriminasi yang kerap diterima masyarakat Bumi Cendrawasih.

"[Orang Papua] punya hak sama seperti Warga Negara Indonesia lain. Jadi kita orang Papua tidak bisa didiskriminasi. Kalau itu [internet] hanya diblokir untuk orang Papua itu diskriminasi," lanjutnya.

Terpisah, Direktur Aliansi Demokrasi Papua Latifah Anum Siregar mengatakan putusan PTUN itu membuktikan masih ada keadilan bagi masyarakat.

"Pertama kami apresiasi terhadap putusan dari PTUN tersebut karena menunjukkan masih ada keadilan bagi masyarakat khususnya para konsumen," ujar dia melalui pesan singkat.

Lathifah pun berpesan tak ada lagi pelanggaran atas hak-hak rakyat, termasuk pemblokiran internet itu tak terjadi lagi. Pasalnya, dia menilai itu telah menjadi salah satu penyebab aksi kekerasan semakin masif sebab masyarakat tidak bisa tahu fakta saat kerusuhan terjadi.

"Pemblokiran internet menjadi salah satu penyebab aksi kekerasan menjadi masif karena orang tidak bisa saling memberikan info untuk mencegah kerusakan atau aksi kekerasan yang lebih besar," kata dia.

Senada dengan Theo, Lathifah meminta pemerintah berani meminta maaf atas tindakan pemblokiran internet di Papua itu.

"Jadi pemerintah seharusnya minta maaf secara tegas kepada korban kerusuhan dari berbagai pihak dan mereka yang benar-benar tidak bersalah tapi telah ditangkap atau menjalani proses hukum," tekannya.

Sebelumnya PTUN memutuskan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada 2019.

"Mengabulkan gugatan para tergugat untuk seluruhnya. Menyatakan perbuatan para tergugat adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintahan," ucap Hakim PTUN, saat membacakan putusannya, Rabu siang.

Terpisah, Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyebut putusan PTUN Jakarta itu mestinya jadi pelajaran bagi pemerintah agar tak menggulang kembali kebijakan serupa.

"Putusan ini juga menjadi pelajaran penting bagi pemerintah agar jangan suka melanggar aturan. Jika pemerintahnya saja suka melanggar aturan, bagaimana dengan rakyatnya," kata dia, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/6).

Sukamta mengatakan akses internet adalah bagian dari hak asasi manusia. Oleh karena itu, menurutnya, langkah pemerintah memblokir atau memperlambat koneksi internet di Papua pada 2019 lalu memang telah menyalahi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Yang dilakukan pemerintah di Papua waktu itu adalah melakukan pemutusan akses internet, bukan pemutusan akses terhadap konten internet tertentu. Ini tentu menyalahi amanat Pasal 40 UU ITE," ujar Wakil Ketua Fraksi PKS itu.

Di pihak lain, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Bobby Adhitio Rizaldi menyesalkan putusan PTUN Jakarta tersebut. Menurutnya, langkah pembatasan atau pelambatan internet saat itu dibutuhkan sebagai upaya pemulihan situasi keamanan di Papua.

"Saya memahami keputusan pemerintah saat itu, untuk memutus mata rantai provokasi mobilisasi massa via koneksi frekuensi internet agar tidak menjadi hot spot yang meluas dan mengganggu situasi keamanan di sana," kata dia.

Menanggapi putusan ini, Juru Bicara Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono, menyatakan pemerintah menghormati putusan PTUN . Pihaknya masih akan membahas langkah hukum selanjutnya dengan jaksa pengacara negara sebelum putusan itu dinyatakan inkrah.

"Pemerintah menghormati putusan PTUN. Belum diputuskan apa langkah hukum selanjutnya dari pihak pemerintah," ujar Dini melalui pesan singkat kepada wartawan, Rabu (3/6). 

Diketahui, kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019 digugat SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan terdaftar di PTUN dengan nomor 230/6/2019/PTUN-Jakarta. Sebagai tergugat adalah Kemenkominfo dan Presiden Joko Widodo. (**H)


Sumber: CNN Indonesia