Pakar Hukum Pidana: Percuma Punya KUHP Kalau Semua Orang Dibayangi Kematian


SeRiau - Polemik RUU KUHP belum habis. Setelah gagal disahkan DPR RI pada periode 2014-2019 lalu karena protes besar dari kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil, kini rencana pengesahan kembali mencuat ke publik.

Dalam rapat kerja antara DPR RI dan pemerintah pada 1 April lalu, disebutkan pembahasan RUU tersebut tetap dilanjutkan.

Tak pelak, aksi protes dari sejumlah kalangan pun kembali bermunculan. Hal tersebut dinilai tak elok lantaran saat ini bangsa Indonesia tengah dihadapkan dengan pandemik virus corona atau Covid-19 yang terus memakan korban jiwa.

Dari kacamata pakar hukum, saat ini belum ada urgensi pembahasan RUU KUHP. Sebab baik pemerintah maupun DPR, seharusnya bisa melihat pandemik corona sebagai prioritas untuk dituntaskan.

"Masa pandemik ini tidak ada yang urgen selain menyelamatkan kesehatan masyarakat memerangi Covid-19," kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (9/4).

Ia memahami bahwa RUU tersebut juga tak bisa disepelekan, mengingat ada sejumlah pasal yang juga dipertentangkan. Harus ada pengawasan yang betul-betul dilakukan semua pihak agar tak meloloskan pasal kontroversial.

Namun demikian, hal itu akan percuma jika legislatif dan eksekutif mengabaikan ancaman yang tak kalah bahaya bagi bangsa, yakni Covid-19 di mana per 9 April, jumlah pasien positif Covid-19 sudah mencapai 3293 orang, 280 di antaranya dinyatakan meninggal dunia.

"Percuma punya KUHP kalau potensi kematian membayangi setiap orang," tandasnya. (**H)


Sumber: rmol.id